Komentar terbaru

Cinta Monyet: Dela (Bagian Kedua)


Sebelumnya... Cinta Monyet: Dela

Hari semakin sore. Matahari mulai sembunyi dan jalanan kian sepi. Anak-anak bersiap pergi ke masjid. Ini saatnya bagi kami untuk pulang. Sebelum berpisah, kami berdua berjanji untuk bertemu kembali malam nanti. 

Sebelum pulang, dia memegang tanganku, lalu mencium telapak tanganku yang sobek. Itulah ciuman pertamaku. Meskipun hanya di telapak tangan, aku senang.

**

Sesuai janji sebelumnya, kami akan bertemu kembali malam ini.

Aku menunggunya di bawah tiang listrik di sebelah masjid. Sayup-sayup suara jangkrik terdengar. Menyisakan aku, tiang listrik, dan poster iklan sedot tinja yang melekat di tiang. Kini ketiganya sama-sama cemas. Sebagaimana aku yang cemas menunggu datangnya Dela, tiang listrik juga cemas bertanya-tanya sampai kapan dia harus mengemban tugas mengalirkan listrik ke sekitarnya, dan sama halnya dengan poster iklan sedot tinja yang juga cemas merindukan dirinya ditelpon dan dicari-cari pelanggan yang membutuhkan jasanya. Ini menyedihkan sekaligus membosankan, kawan. Menunggu datangnya kekasih sama saja seperti membiarkan dirimu dikoyak-koyak sepi.

Sementara itu, di ujung jalan terdengar suara bising segerombolan bocah saut-sautan. Gerombolan tersebut berjalan semakin dekat. Saat gerombolan tersebut melintas, aku melihat seseorang yang sedang kutunggu bersama mereka. Dela! Dia tiba bersama mereka.

Yang selanjutnya terjadi adalah adegan paling memalukan yang masih bisa kuingat sampai sekarang. Begitu gerombolan tersebut sampai, tanpa ada yang memberikan arahan, mereka langsung membentuk lingkaran hingga hanya menyisakan Aku dan Dela di tengah-tengah lingkaran. Dalam sekejap mata, kini aku dan Dela sudah saling berhadapan.

Senyap. Tak ada kata yang terucap. Aku sendiri bingung harus berbuat apa. Ditambah perasaan takut dan malu karena dikelilingi banyak orang yang semakin terasa.

Saat itulah dari belakang, salah satu temannya, mendekat dan berteriak,

"Lo siapanya Dela?!!"

"Lo pacarnya?!!"

"Jawab, woi!" bentaknya sambil meremas kerah bajuku.

Aku jadi semakin bingung dan takut. Biasanya semakin bingung dan takut seseorang, maka akan jadi semakin gugup dan tolol lah dia. Itulah yang kualami saat ini. Di saat yang sama, aku juga kehilangan harga diriku sebagai seorang pria. Bagaimana bisa aku membiarkan salah satu temannya Dela, yang notabene adalah seorang perempuan, membentakku dan aku hanya diam.

Malam itu sungguh kacau.Hingga akhirnya Dela memecah keheningan malam itu.

Sambil menggenggam tanganku, dia bilang, "Kita udahan ya."

"Gausah ketemuan lagi."

"Pokoknya kita putus!"

"Lo kek bocah!" ucap anak kelas 6 SD kepada anak kelas 4 SD saat putus cinta.

Seusai mengutarakannya, dia segera berbalik, lalu pergi bersama gerombolannya. Malam kembali lengang. Suara jangkrik kembali terdengar di kejauhan. Menyisakan kami bertiga: Aku, tiang listrik, serta poster iklan sedot tinja yang ditinggalkan sendirian.

Itu adalah pertama kalinya aku mengalami putus cinta dan patah hati di saat yang sama. Setelah malam itu, kami benar-benar tak pernah lagi bertemu dan tak pernah lagi pulang bareng. Keputusannya memaksa kami seperti itu.

Sampai saat ini, jika harus kuingat-ingat kembali apa yang terjadi setelah kami berdua putus, entah mengapa aku tak dapat mengingatnya. Aku tak bisa menemukan secuil pun kisah tentang apa yang terjadi sesudah malam itu. Aku seperti melupakan semuanya. Barangkali memang seperti itulah saat orang jatuh cinta. Kau hanya bisa mengingat hal indah dan sakitnya saja. Apa yang terjadi setelahnya, sering kali kita lupa.

EPILOG

Meskipun tinggal di komplek yang sama, dunia kami seperti terbelah dua. Di mana Aku dan Dela tak  lagi pernah bertemu semenjak malam itu. Namun nasib siapa yang tau. 7 tahun setelah kejadian itu, kami kembali bertemu. Di sebuah jalan yang sama, yang dulu pernah kami lalui saat pulang sekolah.

Saat itu aku sedang berjalan pulang ke rumah. Tiba-tiba, dari belakang terdengar suara klakson motor yang mengarah kepadaku. Pengendara motor tersebut kemudian berhenti tepat di sebelahku. Membuka helm dan mematikan motornya. Aku menoleh ke arah pengendara motor tersebut dan seketika kaget saat tau kalau pengendara motor tersebut adalah Dela.

"Mau bareng, enggak?" tawarnya.

Meskipun dalam keadaan kaget, aku harus tetap terlihat cool. Tawarannya itu pun langsung kujawab.

"Enggak, makasih."

"Udah sini naik." pintanya lagi.

"Enggak, makasih. Aku lagi pengen jalan."

"Yaudah kalau enggak mau. Aku duluan, ya."

"Iya, hati-hati."

Dela pun segera berlalu.

Nasib memang siapa yang tau. Pertemuan pun begitu. Setelah sekian lama, akhirnya aku dipertemukan kembali dengan orang dari masa lalu. Meskipun pertemuan itu hanya sebentar, muncul rasa yang terpendam. Perasaan sakit yang sama saat malam kejadian. Bahkan hingga hari ini rasa sakit tersebut kerap kembali tiap kali kuingat-ingat lagi.

Cinta Monyet: Dela (Bagian Kedua) Cinta Monyet: Dela (Bagian Kedua) Reviewed by Rizali Rusydan on August 18, 2020 Rating: 5

No comments:

Powered by Blogger.