Menjelang umur 20 an, aku semakin yakin kalau suka-dukanya hidup kini rasanya nyata. Seperti potongan film yang jelas terpampang, bersinar, di depan kepalaku. Semua rasa sakit, bahagia, semuanya berkumpul jadi satu, rasa sakit inilah yang yang nantinya membentuk lubang di hati yang susah untuk diperbaiki.
Semenjak putus-nyambung, putus-nyambung, dua tahun lalu, semua permasalahan-permasalahan hati maupun cinta semuanya udah kutinggalkan bahkan semuanya udah terkubur di pojok ingatanku. Semenjak putus jugalah, akhirnya aku bisa memperbaiki hubunganku baik itu dengan teman maupun keluarga. Berkat cinta buta yang membutakan logika, tanpa sadar waktuku tersita dan terfokus hanya pada "DIA" seorang yang mungkin saat itu aku berpikir kalau dialah labuhan terakhir untuk semua rasa ini. Tolol. Sial, bodohnya aku semasa muda.
Tanpa kita sadarin, dalam setiap langkah yang kita lakukan, selalu ada tangan-tangan gaib yang berusaha merangkul dan mengasihi kita. Baik itu orangtua, teman, maupun Tuhan. Hanya kita yang mungkin kurang sadar, kita baru akan sadar apabila telah menelan semua kesedihan dan disitulah kita percaya kalau sebenarnya tangan-tangan itu ada.
Di perkuliahan, lo gak bisa berteman dengan semua orang. Sekedar mengenalnya, mungkin, kalau berteman, sepertinya tidak. Lo hanya berteman dengan orang-orang yang mungkin lo rasa sependapat, sepemikiran, selingkungan, atau karena senasib. Begitu banyaknya mahasiswa yang ada di Universitas membuat lo harus jeli dan pintar dalam menentukan siapa saja orang yang pantas dijadikan teman.
Batre
Begitu biasa dipanggil. Dia lahir ke dunia dengan bantuan baterai aki, makanya sewaktu bayi kalau lagi nangis, Batre bukan dikasi ASI melainkan baterai ABC 2,5 volt, karena itulah dia dipanggil Batre.
Batre adalah seorang jenius musik yang terjebak di lingkungan teknik.
Aku sudah mengenalnya dari semester satu, tapi ya gitu, hanya kenal nama doang. Di semester tiga ini, Aku dan Batre kebetulan sekelas, kami sama-sama ngulang kalkulus dan fisika waktu itu.
Namanya juga mahasiswa ngulang yang selalu diancam DO (drop out), yang harus datang ke pertemuan rahasia sabtu pagi guna evaluasi hasil belajar. Kami juga harus datang menemui BK untuk curhat ntah itu masalah pribadi atau pendidikan yang kami alamin selama semester tiga ini. Aku ngerasa seperti orang yang mengalami gangguan kejiwaan, makanya harus datang ke BK lalu curhat. Serius, curhat kepada orang yang mungkin nggak tau gimana kondisi kita itu percuma. Aku gak tau kenapa yang namanya BK harus ada guna menasehati orang lain. Aku cuman bisa ketawa-ketawa dalam hati waktu dinasehati. Jika nilaimu hancur, gak serta merta itu kesalahan individunya bisa jadi sistemnya yang kurang sempurna. Ini institut, bukan panci masak bertekanan tinggi. Tak perlu merebus otak kami dengan tekanan yang sama, jika gagal beri saja kesempatan, setiap orang pasti berubah. Insinyur atau Sarjana Teknik itu orang pintar, tapi mereka belum bisa membaca hati dan memperbaiki mental.
Di awal semester tiga, aku udah tau dimana letak kesalahanku dulu di semester satu, makanya aku punya strategi belajar sendiri agar lulus di semester tiga. Alhamdulillah aku lulus.
Begitu juga dengan Batre. Mungkin dia merasakan hal yang sama denganku.
Semenjak semester tiga, aku jadi deket sama Batre. Pulang kuliah selalu bareng, kalau perginya beda, Batre selalu kesiangan, susah bangun pagi emang ini bocah. Kalau dia bisa bangun pagi, berarti itu tanda-tanda kiamat sudah dekat. Belajar bareng, sepik-sepik dosen bareng, diancam DO pun bareng-bareng.
Semester tiga menjadi awal mula aku deket dengan Batre. Lo gak bakal kenal orang kalau lo gak senasib sama dia. Kami senasib. Sama-sama ngulang-, sama-sama sering diancem DO.
Satu hal yang aku salut liat Batre. Meskipun diancam DO dan masuk ke dalam daftar orang yang akan dihapuskan keberadaannya dari kampus, bisa-bisanya dia dan temannya mengharumkan nama itera. Batre itu jenius musik. Nah, beberapa bulan lalu ada festival musik. Dia beserta temannya yang lain membentuk band. Band inilah yang nantinya bertanding. Alhamdulillah mereka juara tiga. Piala dan semua kejayaan hasil dari juara, semuanya diberikan ke kampus. Piala juara tiga mereka di letakkan di kampus. Mereka tidak membawa nama kampus tapi ntah kenapa begitu menang, mereka memberikan semuanya lalu mengharumkannya. Di satu sisi, kampus berusaha men-DO Batre.
Ada satu hal yang sampe saat ini aku sesalin ini juga menjadi penyesalan terbesarku selama jadi kakak tingkat atau teman. UJIAN PERBAIKAN FISIKA (UAS FISIKA)
Baik sebagai teman maupun kakak tingkat, aku ngerasa kalau aku kurang merangkul. Merangkul teman, adik kelas, biar lulus bareng-bareng. Ujian menjadi salah satu momok terburuk di teknik. Meskipun sistem dan cara ujiannya sama dengan jurusan lainnya, di teknik hanya ada dua cara untuk bisa lulus. Belajar mati-matian sampe mau mati, atau belajar rame-rame biar gak mati.
Aku tau sebelum ujian Fisika nilaiku dan Batre tak terpaut jauh dari syarat kelulusan. Kami hanya butuh sedikit lagi nilai untuk lulus. Untuk menyiasatinya, malam itupun aku langsung belajar Fisika bareng Wildan. Meskipun Wildan sudah lulus Fisika dari tahun lalu, tetap saja ingatannya yang luar biasa bisa mengubah nilai dari "E" jadi "B". Malam itu aku sibuk bahas soal-soal Fisika, "Batre?" Ah, dia kan jenius, pikirku dalam hati. Kami berdua hanya butuh sedikit lagi nilai kok biar lulus. Pasti dia belajar.
Nilai pun diumumkan, alhamdulillah aku lulus. Tepat seperti dugaan. "Melihat teman kita tidak lulus itu sangat menyedihkan, tapi lebih menyedihkan lagi jika dia menjadi yang terbaik" - 3 idiots - Ada satu hal lagi yang benar-benar bikin sedih, melihat teman se-permainan, satu tempat makan, yang gak lulus. Batre gagal dalam ujian kali ini. Bukan makin bagus, nilainya malah merosot jauh. Inilah yang menjadi alasan utama dia pindah.
Cobaan terbesar dalam hidup adalah menjalani hal tak yang kita cintai. Lo suka musik, lo harusnya kuliah musik jangan teknik. Lo harusnya nekan tuts piano bukan ngapalin logika bahasa C. Batre masuk di institut teknik bukan karena kemauannya sendiri, tapi karena anjuran orangtua. Sebelumnya dia sudah mencoba masuk ISI, tapi gagal, guna mengisi kekosongan waktu, orangtuanya pun berinisiatif menguliahkannya di teknik. Menjalani hal yang tak kita cintai, memang berat. Ibarat cinta. Lo suka sama Pevita, tapi dipaksa nikah sama Mpok Nori. Menyukai musik, tapi dipaksa menikahi teknik. Itu pedih, miris, sakit.
Sebelum berakhir semester 4, Batre izin pergi ke Jogja. Dia mau mencoba kuliah musik disana. sebagai teman, tentu sedih, tapi lebih sedih lagi bila harus melihatnya menjalani hal yang bukan passionnya.
Chalis
Semester tiga. Ini waktu pembalasan. Ini juga waktu akhirnya aku punya adek tingkat. Akhirnya, inilah waktu aku bisa kenal banyak dengan adek tingkat yang cantik-cantik. Yeah.
Kuliah gak seindah yang ada di tipi-tipi. Mahasiswa bisa pacaran sama dosen. Kakak tingkat bisa seenaknya jadian sama adek kelas, cuman gara-gara gak sengaja pas lewat bertabrakan.
Kehidupan kuliahku masih sama. Tetap miris dan menyedihkan. Semua ekspektasi tentang adek tingkat semuanya buyar sudah, sirna, dengan semua kesibukan sebagai mahasiswa yang mengulang. JANGANKAN KENAL SAMA ADEK TINGKAT, MEREKA AJA MUNGKIN GAK TAU KALAU AKU KAKAK TINGKATNYA. Selama di semester tiga dan empat ini, aku berubah menjadi mahasiswa kupu-kupu, kuliah-pulang, mangan, ngeseng, turu. Selama semester ini, aku memang jarang main-main di kampus lagi, aku udah menjadi mahasiswa yang anti kampus. Pulang kuliah, ya pulang, lanjut Dota di kamar. Gak ada hal menarik di kampus.
Tapi ada beberapa adek tingkat yang kenal dan deket denganku sewaktu itu, itupun karena satu tempat makan. Dan salah satunya adalah: Chalis.
Chalis.
Mahasiswa asal Aceh, yang logat bicaranya cukup aneh. Dengan melihat wajahnya, aku jadi semakin bersyukur, "Akhirnya ada juga manusia yang lebih hitam dari aku".
Aku kenal Chalis mulai dari semester empat. Pertama ngeliat wajahnya, aku udah paham, pasti dia dari Aceh. Kulit hitam, kumis lebat, ngomongnya aneh, sah, dia dari Aceh. Bagusnya, Chalis adalah orang yang bersahabat. Semua keminusan yang ada padanya terhapuskan karena dia orang yang bersahabat.
Aku dan Chalis sempat tak terpisahkan. Menempel seperti dada dan payudara. Jika aku jadi dadanya, maka dilah yang jadi payudaranya. Chalis juga suka nginep di kamarku. Tapi, ada beberapa hal yang membuatku benci dan risih kalau lagi bareng Chalis.
Salah satu yang kubenci dari chalis adalah dia orangnya gak pandai baca situasi.
Pernah pas lagi seru-serunya main dota, pas lagi war 5 vs 5, tiba-tiba dia duduk disampingku lalu mendorong-dorong bahuku.
"Tengok ni bang, tengok ni bang.."
"apalagi.."
"Ko tengok ajalah dulu", "mmuach..," katanya sambil mencium layar handphonenya. Kan gak jelas, disatu sisi ada orang yang lagi tegang karena lagi war, disatu sisinya lagi phone sex, kan taik..
Tahan emosi. Ambil karung, langsung ku karungkan mukaknya teros ku kirim ke Zimbabwe pake JNE. Mampus! MAKAN NOH PHONSEX SAMA BUAYA, CHEETAH ZIMBABWE. KESAL KALI AKU DIBUATNYA BOY.
Tidurnya brutal.
Aku gak pernah permasalahin orang yang mau nginep dan numpang tidur di kasurku. Aku udah terbiasa berbagi kasur dengan orang lain selama di pesantren, dan kebetulan Chalis dulunya juga anak pesantren jadi gak ada alasan buat aku tak berbagi kasur dengannya. Aku bebas, bisa tidur dimana aja. Asalkan orang yang numpang tidur di tempatku, gak brutal, dan gak nyebelin tidurnya.
Memang ada aja orang yang gak tau terimakasih kalau udah di kasih numpang. Chalis lah orangnya. Jelas-jelas di kamarku ada sepasang bantal dan guling, seharusnya sebagai orang yang menumpang, dia berinisiatif, untuk hanya memakai bantalnya saja, gulingnya untukku. Tapi dia, jangankan bantal, dua-duanya di pakainya. Tempat tidur udah macem miliknya sendiri. Tidurnya juga brutal.
Gak masalah buatku kalau ada orang yang tidurnya ngorok, ngendus-ngendus, atau ngunyah-ngunyah, itu gak ganggu aku sama sekali. Yang jadi masalah, kalau ada orang yang tidurnya meluk-meluk, sumpah, ini yang bikin risih. Kurang apalagi coba? Bantal-guling udah di rebut, boleh numpang tidur, masih juga mau meluk-meluk orang pas tidur? RENGGUT AJA SEMUANYA DARI ABANG DEK! KO AMBIL AJA SEMUANYA DARI AKu. BANTAl-GULING, KASUR, SEKALIAN AJA SEMPAK DI LEMARI KO PAKEK SEMUA. TIDUR PUN KAU PELUK, COWOK AKU INI, AH! MESKIPUN UDAH DUA TAHUN GAK PACARAN, BUKAN HOMO AKU.
Dibalik smeua keminusannya sebagai adik kelas, ada juga yang bisa aku banggakan. KULITNYA LEBIH HITAM DARI KULITKU. itu membuktikan kalau aku aku bukan orang paling hitam di kosan. Thx lis, berkatmu aku bisa menunjukkan ke orang sehitam-hitamnya aku, masih ada yang lebih hitam dan mirip jalan aspal kulitnya.
Kini, Aku chalis, serta Batre sudah tidak ada di tempat yang sama. Kita bertiga beda universitas. sebagai teman, aku dan teman-teman lainnya cuman bisa mendoakan semoga kita sama-sama sukses kehidupan maupun kuliabnya. Aku juga berharap semoga semua kenangan dan apa yang kita lalui jangan pernah dilupakan. inilah yang menjadikan kita lebih dewasa. semakin dewasa kita, maka semakin banyak pula langkah yang sudah kita tempuh. dan di setiap langkah pasti diringin dengan pengorbanan. Waktu, tenaga, semua hal bisa di korbankan. ini juga yang bisa menjadi faktor penguat rasa persahabatan dan persaudaraan. Meskipun semuanya sudah beda, dan tak lagi sama, selama kita belum berbeda dimensi, alam dunia-maupun akhirat, percayalah, dunia tak bisa menghapus rasa persaudaraan.
Di awal semester tiga, aku udah tau dimana letak kesalahanku dulu di semester satu, makanya aku punya strategi belajar sendiri agar lulus di semester tiga. Alhamdulillah aku lulus.
Begitu juga dengan Batre. Mungkin dia merasakan hal yang sama denganku.
Semenjak semester tiga, aku jadi deket sama Batre. Pulang kuliah selalu bareng, kalau perginya beda, Batre selalu kesiangan, susah bangun pagi emang ini bocah. Kalau dia bisa bangun pagi, berarti itu tanda-tanda kiamat sudah dekat. Belajar bareng, sepik-sepik dosen bareng, diancam DO pun bareng-bareng.
Semester tiga menjadi awal mula aku deket dengan Batre. Lo gak bakal kenal orang kalau lo gak senasib sama dia. Kami senasib. Sama-sama ngulang-, sama-sama sering diancem DO.
Satu hal yang aku salut liat Batre. Meskipun diancam DO dan masuk ke dalam daftar orang yang akan dihapuskan keberadaannya dari kampus, bisa-bisanya dia dan temannya mengharumkan nama itera. Batre itu jenius musik. Nah, beberapa bulan lalu ada festival musik. Dia beserta temannya yang lain membentuk band. Band inilah yang nantinya bertanding. Alhamdulillah mereka juara tiga. Piala dan semua kejayaan hasil dari juara, semuanya diberikan ke kampus. Piala juara tiga mereka di letakkan di kampus. Mereka tidak membawa nama kampus tapi ntah kenapa begitu menang, mereka memberikan semuanya lalu mengharumkannya. Di satu sisi, kampus berusaha men-DO Batre.
Ada satu hal yang sampe saat ini aku sesalin ini juga menjadi penyesalan terbesarku selama jadi kakak tingkat atau teman. UJIAN PERBAIKAN FISIKA (UAS FISIKA)
Baik sebagai teman maupun kakak tingkat, aku ngerasa kalau aku kurang merangkul. Merangkul teman, adik kelas, biar lulus bareng-bareng. Ujian menjadi salah satu momok terburuk di teknik. Meskipun sistem dan cara ujiannya sama dengan jurusan lainnya, di teknik hanya ada dua cara untuk bisa lulus. Belajar mati-matian sampe mau mati, atau belajar rame-rame biar gak mati.
Aku tau sebelum ujian Fisika nilaiku dan Batre tak terpaut jauh dari syarat kelulusan. Kami hanya butuh sedikit lagi nilai untuk lulus. Untuk menyiasatinya, malam itupun aku langsung belajar Fisika bareng Wildan. Meskipun Wildan sudah lulus Fisika dari tahun lalu, tetap saja ingatannya yang luar biasa bisa mengubah nilai dari "E" jadi "B". Malam itu aku sibuk bahas soal-soal Fisika, "Batre?" Ah, dia kan jenius, pikirku dalam hati. Kami berdua hanya butuh sedikit lagi nilai kok biar lulus. Pasti dia belajar.
Nilai pun diumumkan, alhamdulillah aku lulus. Tepat seperti dugaan. "Melihat teman kita tidak lulus itu sangat menyedihkan, tapi lebih menyedihkan lagi jika dia menjadi yang terbaik" - 3 idiots - Ada satu hal lagi yang benar-benar bikin sedih, melihat teman se-permainan, satu tempat makan, yang gak lulus. Batre gagal dalam ujian kali ini. Bukan makin bagus, nilainya malah merosot jauh. Inilah yang menjadi alasan utama dia pindah.
Cobaan terbesar dalam hidup adalah menjalani hal tak yang kita cintai. Lo suka musik, lo harusnya kuliah musik jangan teknik. Lo harusnya nekan tuts piano bukan ngapalin logika bahasa C. Batre masuk di institut teknik bukan karena kemauannya sendiri, tapi karena anjuran orangtua. Sebelumnya dia sudah mencoba masuk ISI, tapi gagal, guna mengisi kekosongan waktu, orangtuanya pun berinisiatif menguliahkannya di teknik. Menjalani hal yang tak kita cintai, memang berat. Ibarat cinta. Lo suka sama Pevita, tapi dipaksa nikah sama Mpok Nori. Menyukai musik, tapi dipaksa menikahi teknik. Itu pedih, miris, sakit.
Sebelum berakhir semester 4, Batre izin pergi ke Jogja. Dia mau mencoba kuliah musik disana. sebagai teman, tentu sedih, tapi lebih sedih lagi bila harus melihatnya menjalani hal yang bukan passionnya.
Chalis
Semester tiga. Ini waktu pembalasan. Ini juga waktu akhirnya aku punya adek tingkat. Akhirnya, inilah waktu aku bisa kenal banyak dengan adek tingkat yang cantik-cantik. Yeah.
Kuliah gak seindah yang ada di tipi-tipi. Mahasiswa bisa pacaran sama dosen. Kakak tingkat bisa seenaknya jadian sama adek kelas, cuman gara-gara gak sengaja pas lewat bertabrakan.
Kehidupan kuliahku masih sama. Tetap miris dan menyedihkan. Semua ekspektasi tentang adek tingkat semuanya buyar sudah, sirna, dengan semua kesibukan sebagai mahasiswa yang mengulang. JANGANKAN KENAL SAMA ADEK TINGKAT, MEREKA AJA MUNGKIN GAK TAU KALAU AKU KAKAK TINGKATNYA. Selama di semester tiga dan empat ini, aku berubah menjadi mahasiswa kupu-kupu, kuliah-pulang, mangan, ngeseng, turu. Selama semester ini, aku memang jarang main-main di kampus lagi, aku udah menjadi mahasiswa yang anti kampus. Pulang kuliah, ya pulang, lanjut Dota di kamar. Gak ada hal menarik di kampus.
Tapi ada beberapa adek tingkat yang kenal dan deket denganku sewaktu itu, itupun karena satu tempat makan. Dan salah satunya adalah: Chalis.
Chalis.
Mahasiswa asal Aceh, yang logat bicaranya cukup aneh. Dengan melihat wajahnya, aku jadi semakin bersyukur, "Akhirnya ada juga manusia yang lebih hitam dari aku".
Aku kenal Chalis mulai dari semester empat. Pertama ngeliat wajahnya, aku udah paham, pasti dia dari Aceh. Kulit hitam, kumis lebat, ngomongnya aneh, sah, dia dari Aceh. Bagusnya, Chalis adalah orang yang bersahabat. Semua keminusan yang ada padanya terhapuskan karena dia orang yang bersahabat.
Aku dan Chalis sempat tak terpisahkan. Menempel seperti dada dan payudara. Jika aku jadi dadanya, maka dilah yang jadi payudaranya. Chalis juga suka nginep di kamarku. Tapi, ada beberapa hal yang membuatku benci dan risih kalau lagi bareng Chalis.
Salah satu yang kubenci dari chalis adalah dia orangnya gak pandai baca situasi.
Pernah pas lagi seru-serunya main dota, pas lagi war 5 vs 5, tiba-tiba dia duduk disampingku lalu mendorong-dorong bahuku.
"Tengok ni bang, tengok ni bang.."
"apalagi.."
"Ko tengok ajalah dulu", "mmuach..," katanya sambil mencium layar handphonenya. Kan gak jelas, disatu sisi ada orang yang lagi tegang karena lagi war, disatu sisinya lagi phone sex, kan taik..
Tahan emosi. Ambil karung, langsung ku karungkan mukaknya teros ku kirim ke Zimbabwe pake JNE. Mampus! MAKAN NOH PHONSEX SAMA BUAYA, CHEETAH ZIMBABWE. KESAL KALI AKU DIBUATNYA BOY.
Tidurnya brutal.
Aku gak pernah permasalahin orang yang mau nginep dan numpang tidur di kasurku. Aku udah terbiasa berbagi kasur dengan orang lain selama di pesantren, dan kebetulan Chalis dulunya juga anak pesantren jadi gak ada alasan buat aku tak berbagi kasur dengannya. Aku bebas, bisa tidur dimana aja. Asalkan orang yang numpang tidur di tempatku, gak brutal, dan gak nyebelin tidurnya.
Memang ada aja orang yang gak tau terimakasih kalau udah di kasih numpang. Chalis lah orangnya. Jelas-jelas di kamarku ada sepasang bantal dan guling, seharusnya sebagai orang yang menumpang, dia berinisiatif, untuk hanya memakai bantalnya saja, gulingnya untukku. Tapi dia, jangankan bantal, dua-duanya di pakainya. Tempat tidur udah macem miliknya sendiri. Tidurnya juga brutal.
Gak masalah buatku kalau ada orang yang tidurnya ngorok, ngendus-ngendus, atau ngunyah-ngunyah, itu gak ganggu aku sama sekali. Yang jadi masalah, kalau ada orang yang tidurnya meluk-meluk, sumpah, ini yang bikin risih. Kurang apalagi coba? Bantal-guling udah di rebut, boleh numpang tidur, masih juga mau meluk-meluk orang pas tidur? RENGGUT AJA SEMUANYA DARI ABANG DEK! KO AMBIL AJA SEMUANYA DARI AKu. BANTAl-GULING, KASUR, SEKALIAN AJA SEMPAK DI LEMARI KO PAKEK SEMUA. TIDUR PUN KAU PELUK, COWOK AKU INI, AH! MESKIPUN UDAH DUA TAHUN GAK PACARAN, BUKAN HOMO AKU.
Dibalik smeua keminusannya sebagai adik kelas, ada juga yang bisa aku banggakan. KULITNYA LEBIH HITAM DARI KULITKU. itu membuktikan kalau aku aku bukan orang paling hitam di kosan. Thx lis, berkatmu aku bisa menunjukkan ke orang sehitam-hitamnya aku, masih ada yang lebih hitam dan mirip jalan aspal kulitnya.
Kini, Aku chalis, serta Batre sudah tidak ada di tempat yang sama. Kita bertiga beda universitas. sebagai teman, aku dan teman-teman lainnya cuman bisa mendoakan semoga kita sama-sama sukses kehidupan maupun kuliabnya. Aku juga berharap semoga semua kenangan dan apa yang kita lalui jangan pernah dilupakan. inilah yang menjadikan kita lebih dewasa. semakin dewasa kita, maka semakin banyak pula langkah yang sudah kita tempuh. dan di setiap langkah pasti diringin dengan pengorbanan. Waktu, tenaga, semua hal bisa di korbankan. ini juga yang bisa menjadi faktor penguat rasa persahabatan dan persaudaraan. Meskipun semuanya sudah beda, dan tak lagi sama, selama kita belum berbeda dimensi, alam dunia-maupun akhirat, percayalah, dunia tak bisa menghapus rasa persaudaraan.
Chalis. Bocah Aceh yang kurang gizi. |
Datang dan Pergi
Reviewed by Rizali Rusydan
on
June 10, 2017
Rating:
I think so, "kuliah world" is make me survive about friend. So that's why I always think "if can alone why have to hope with person". "kuliah world" teach me about differentiation (dream, activity, life style, learning sicclus, place for eat, target and etc) with my friends.
ReplyDeletei feel sanme like you. i think kuliah makes me survive. i lost alot of friends,i dont know why kuliah will be so difficult. #CMIIW, btw, thanks for comment.
DeleteTeman tetaplah teman di manapun kita berada. Lingkaran pertemanan emang bakalan berubah sesuai keberadaan kita sih :)
ReplyDeletehahahha iya. dia mungkin tetap teman, namun sikapnya pasti sedikit berubah tergantung keadaan.
DeleteLife is too short to waste your time on people who don’t respect, appreciate, and value you. Spend your life with people who make you smile, laugh, and feel loved.
ReplyDeletei never thought that i've a people who dont respect me, appreciate, and value. that's why i never thougt that i spend my time for that's bullshit.
Delete#cmiiw