Komentar terbaru

Hal-hal Norak yang Biasanya Generasi Milenial Lakukan


Aku bersyukur kepada Tuhan karena sampai saat ini masih diberikan umur panjang masih dapat bernafas lega, untuk melihat keindahan yang negaraku sediakan, Indonesia. Indonesia merupakan negara terindah alamnya menawan, gunung, pantai, mamang-mamang tahu bulat, semuanya tersedia di negeri yang menjunjung keberagaman ini. Banyak touris mancanegara yang memilih liburan menghabiskan waktu liburnya di negeriku ini. 

Tapi sayang, karena ulah beberapa orang-orang norak negaraku terasa membosankan. Orang-orang norak ini terus berkembang dan kalau dibiarkan takutnya berkembang biak seperti parasit yang nantinya akan berubah menjadi suatu kebiasaan.

Jadi, spesial hari ini aku bakal kembali nulis tentang kebodohan-kebodohan yang aku, mungkin juga kamu masih sering lakukan. Yang sebelumnya kita anggap keren tapi ternyata ini adalah hal yang paling norak. Apa aja itu? Here they are:

Mengunggah foto boarding pass




Jangan pernah lakukan hal ini. Hanya karena ingin dilihat, kita melakukan hal bodoh yang dapat membahayakan diri sendiri. Misalnya, liburan ke Belanda. Cuman karena pengen pamer ke temen, lo rela motoin boarding pass dan membagikannya di sosial media. Kenapa harus boarding pass? Kenapa bukan yang menjadi ciri khas negara itu sendiri. Misalnya, liburan ke Zimbabwe. Alangkah lebih baiknya lo foto dengan Virus Ebola lalu membagikannya di sosial media. Habis membagikannya, lo tertular, beberapa menit kemudian meninggal, jadwal liburan di Zimbabwe berubah menjadi liburan ke surga. Alhamdulillah, kapan lagi bisa main-main ke surga coba?

Bagi orang yang baru pertama kali naik pesawat biasanya sering melakukan hal ini. Aku pernah melakukan hal ini, jujur. Waktu itu kali pertama kali aku naik pesawat. Selain untuk pamer, itu juga sebagai penenang buatku karena aku orangnya paranoid. Malam sebelum keberangkatan, aku sibuk mencari rekam jejak kecelakaan pesawat yang kunaiki pada rute yang akan dilewati barulah aku bisa tidur.

Di dalam boarding pass mengandung data pribadi. Barcode yang ada pada boarding pass pun sama halnya memuat informasi-informasi pribadi kita. Maka dari itu hal ini sangat disayangkan jika kau membagikan boarding pass yang kau miliki. Itu sama saja halnya dengan membagikan data pribadimu untuk digunakan oleh orang banyak yang tak bertanggung jawab.

Lo pasti enggak mau ketika liburan tiba-tiba maling ngerampok rumahmu kan? Mencuri harta benda berhargamu apalagi kalau sampai mamang-mamang tahu bulat dagang di dalem rumah, lo pasti gak mau kan? Sempit. Soalnya Mamang-mamang tahu bulat kalau jualan pake mobil. 

Nyerobot antrian



Di Jepang, pendidikan untuk usia dini itu terfokus pada kejujuran dan keberanian. Budaya mengantri mereka lahir sejak dini karena ditanamkan dan terus dicontohkan. Di Indonesia begitu juga. Ketika TK dan SD kita diajarkan untuk mengantri. Bedanya, di Jepang dalam kehidupan sehari-hari warganya mencontohkan hal yang serupa sehingga anak-anak kecil terbiasa dan menirunya.

Sayangnya budaya mengantri yang diajarkan guru-guru kita dahulu hilang tak berbekas ketika kita dewasa. Sangking terlalu sering melihat contoh yang salah, mind seat kita pun berubah dan menganggap menyerobot antrian adalah hal yang wajar.

Aku juga terkadang melakukannya. Entah karena terburu-buru atau karena kesel sudah terlalu sering diserobot antriannya. Tapi wajar, kita pasti pernah melakukan hal yang salah. Belakangan ini aku sadar, untuk merubah hal besar harus dimulai dari hal yang kecil terlebih dahulu. Aku berusaha mendisiplinkan diri tidak untuk menyerobot antrian, membuang sampah pada tempatnya sampai rela nimbun sampah di tas dan di kantung celana ketimbang harus membuangnya dan membiarkannya tercecer dimana-mana. 

Bermula dari kebiasaan kecil lama-lama akan mempengaruhi lainnya, aku percaya itu. Namun ketika kau sudah terbiasa melakukan hal yang benar dan suatu saat melihat orang lain tidak melakukan hal yang sama seperti yang kau lakukan, janganlah marah, apalagi membencinya, tegur dan ingatkan, mungkin saja dia masih belum sadar. Jika 1000 orang seperti mereka dibiarkan berkembang di Indonesia jangankan jalanan, beli tiket bioskop mungkin harus ngantri sampe 4 hari.

Ada satu hal yang kuingat tentang menyerobot antrian. Itu ketika sedang ada pemilihan Presiden Mahasiswa di kampusku. Kebetulan aku mendapatkan TPS yang jaraknya gak jauh dari ruang belajar. Tapi sayangnya antriannya terlalu panjang. Banyak teman-temanku berdiri di samping antrian hanya sekedar mengobrol atau juga ikut mengantri.

"Gila, antriannya panjang banget udah macem antri sembako," kata salah satu temanku.

Padahal kami berdua belum pernah ngantri sembako.

Temen yang satunya lagi bilang,

"Udah terobos aja. Aku aja tadi terobos langsung masuk ke TPS ngapain juga ngantri lama-lama hahaha.."

Aku yang mendengarnya gak terima.

"Mana bisa gitu, yang lainnya aja ngantri masa' kita terobos. Kasian yang ngantri daritadi sementang kita kakak tingkat gitu?"

"Hahaha bodo amat lah yang penting nyoblos ngapain capek-capek ngantri, ketimbang golput milih mana?" balasnya.

Kalau disuruh milih, milih mana "golput atau nerobos antrian" maka aku gak milih keduanya. Dua-duanya buruk untuk apa memilih salah satu dari dua hal yang buruk. Ibaratnya lo disuruh milih, milih mana "Dipaksa makan micin sampek mati apa dibakar hidup-hidup sampe mati?" Lo pasti gak bakal milih keduanya kan? Iya, ujung-ujungnya mati untuk apa dipilih.

"Buat apa jadi kakak tingkat kalau ngantri masih nerobos, gak ada marwahnya sebagai kakak kelas," balasku yang mulai terpancing.

Dengan sedikit berdebat pun akhirnya kami mulai mengantri dari belakang.

Bukan menjadi orang yang paling benar dan selalu menaati peraturan, tapi kesel aja kalau liat orang yang bangga ngelakuin kesalahan.

Ketika kau berbuat kesalahan seperti halnya menerobos antrian, dan ketika menerobos timbul rasa malu dan bersalah, banggalah, hatimu masih bisa jujur meski kau membohonginya. Semua orang pasti pernah merasakannya. Namun ketika kau berbuat salah dan kau bangga, bahkan hatimu tak merasa malu, berhati-hatilah itu tanda kalau rasa kemaluanmu sudah hilang. 

Orang-orang yang bangga nerobos antrian emang cocoknya tinggal di Zimbabwe. Ngantrinya bareng cheetah, harimau, singa gurun sahara, jadi pas nerobos antrian langsung aja lempar ke singa biar dimakan hidup-hidup. Sepertinya orang-orang seperti mereka kemaluannya sudah hilang, tititnya udah pindah ke hidung makanya gak ada malunya.

Followers itu harga mati!

Jangan heran kalau setiap kali posting foto terbaru atau video di youtube lo bakal sering denger, komen, like, dan subscribe postingan gue ya! Jangan heran.

Memiliki jumlah pengikut yang banyak memang menyenangkan. Membuatmu lebih poupler dari yang lainnya.

Aku gak peduli berapa orang yang like share atau comment meskipun kadang aku menunggu siapa yang menjadi first like atau comment tapi serius aku gak pernah peduli berapa jumlahnya. Mau 1 atau 2 gak ada bedanya. Ini sosial mediaku, aku yang mengaturnya. Orang lain memberikan like bukan karena dia suka, bisa aja merasa gak enak karena kita temannya, atau karena iseng postingan kita gak sengaja ada di berandanya.

Buat orang orang yang memaksa mendapatkan followers dan lebih prihatin tentang followers, itu sampah. Lo sia-sia lahir ke dunia. Hidup gak segampang upload foto lalu dilike, lebih rumit dari itu. Kalau pun kita punya banyak followers, apa kelebihannya? Selain terkenal, dapat endorse, dapat duit, udah itu aja. Ketenangan dan kenyamanan gak bisa lo bayar dengan jumlah followers.

Disaat lo nangis, butuh pundak untuk bersandar, butuh seseorang untuk mendengar, lo pasti butuhnya temen bukan followers. Gak ada tuh, waktu lo gak ada duit pengen ngutang makan nasi uduk, mintanya ke followers.

Hidup ini simple, cuman kitanya yang bikin ribet. Kitanya yang ribet mikir kalau followers menjadi standard dalam tingkat kepopuleran. Lo gak butuh banyak pengikut yang kerjaannya nungguin update terbaru dari lo, lo hanya butuh beberapa orang yang bisa diajak duduk, menikmati secangkir kopi, sambil bercanda. Udah itu aja.

Kalau emang mau banyak followers makanya berkarya buat sesuatu. 

Snapgram film yang lagi diputar di biskop lalu dipuload ke insta story

Aku gerem banget sama orang yang suka videoin bioskop ke insta story. Selain melanggar hukum, keliatan banget kalau pas nonton itu gak nikmatin filmnya. Senorak-noranya manusia, adalah orang yang videoin cuplikan adegan saat film di bioskop masih diputar. Apa gunanya trailer film?

Aku gak tau apa motivasi dari videoin film di bioskop, entah pengen spoiler, pengen pamer kalau jadi orang yang udah pernah nonton, atau cuman iseng doang. Jangan-jangan enggak tau kalau videoin film di bioskop bisa masuk penjara?

Curiganya, banyak orang yang nonton film di bioskop bukan karena dia suka dengan filmnya, bukan juga karena dia tau ceritanya, tapi karena lagi booming doang jadinya ikut-ikutan. Memang sih, kalau nonton film di bioskop lo gak mesti harus tau apa ceritanya dulu, sekuel sebelumnya apa, bisa jadi lo nonton di bioskop emang karena pengen.

Sebagai anak kos yang sering dihina tiap akhir bulan, bagiku nonton bioskop adalah hal yang mewah. Apalagi kalau lo anak kos yang punya pacar minta bayarin nonton bioskop, bisa-bisa besok lo cuman bisa makan roti pake sabun colek. Maklum, harga selai nutella agak mahal soalnya.

Jadi beberapa minggu yang lalu aku ngecek insta story berusaha mencari hal-hal yang menarik. Nah, pas lagi liatin insta story orang, tiba-tiba aku sampai di insta story temen dan ngelihat dia videoin film yang lagi dia tonton di bioskop. Bukan satu kali, tapi berkali-kali. Bangsat memang, ini bukan spoiler lagi namanya. Gak sekalian aja lo ngelive di instagram sambil videoin film yang lagi diputar. Bangsat.

Apa keuntungannya capek-capek habis duit buat nonton, kalau ujung-ujungnya pas nonton di videoin bukan fokus sama filmnya. Aku curiga nih, jangan-jangan pas nonton malah tidur. Kalau lo merasa hal itu penting untuk diketahuin orang, kenapa gak buat review kasih rating dan beri alasan yang jelas kenapa orang-orang harus nonton film ini.

Snapgramin  film waktu lo nonton di boskop itu hal tolol. Tolong dong, itu gak penting untuk diketahui orang lain. Kalau lo merasa keren, enggak itu norak! Kalau lo jatuh cinta sama pemainnya, lo bisa liat trailernya. Hal ini hanya dilakuin sama orang-orang yang gak punya kerjaan, gabut sendiri di dalam bioskop.

Aku juga bukan manusia sempurna. Kita semua lemah, gak luput dari kesalahan. Disetiap melangkah selalu ada surga dan nerakanya. Salah sedikit dicerca, benar tidak dipuji. 

Aku juga pernah nonton bioskop. Seumur-umur selama aku hidup aku baru dua kali nonton bioskop. Pertama sewaktu di pesantren, dan judul filmnya aku inget banget namanya "Pacar Hantu Perawan" pemainnya Dewi Persik. Kurang hot apalagi coba?

Yang kedua ketika SMA "Transformers: The Last Knight". Aku ingat banget, waktu nonton transformer itu pertama kalinya aku nonton film pake kacamata 3D. Sangking senengnya, aku nonton bioskop sampe kejang-kejang udah macem orang kena stroke. Mulai saat itu juga aku putuskan, aku gak mau lagi nonton film 3D. 

Buat orang yang pakai kacamata, repot banget kalau pas nonton film 3D harus pakai dua kacamata. Karena kalau lo makainya satu doang, rasanya macem nonton film 3gp. Kalau make yang satunya lagi, nyata emang gambarnya, cuman nonton Transformer serasa nonton Dahsyat. Susah bedain yang mana wajah Optimus Prime, mana alay-alay dahsyat yang selalu tepuk tangan.

Tolong, eksis emang perlu, terserah mau buat apaan. Tapi jangan goblok dipikir-pikir lagi deh kalau mau ngelakuin hal norak begitu. Karena keren gak harus norak, dan orang keren tau kalau nonton bioskop yah harus ditonton bukannya share di insta story.


Atas nama anak kos yang gak punya duit nonton di bioskop:

-Rizali Rusydan-
Hal-hal Norak yang Biasanya Generasi Milenial Lakukan Hal-hal Norak yang Biasanya Generasi Milenial Lakukan Reviewed by Rizali Rusydan on November 19, 2017 Rating: 5

2 comments:

  1. Gils, kok ini bener semua, ya? Hihihi... Kadang ngikik juga lihat orang-orang model gini. Monggo mampir juga ke blog aku, kali2 bisa saling sharing tentang blogging. Salam :)
    www.sadawayans.com

    ReplyDelete

Powered by Blogger.