Aku jatuh cinta kepada kehidupan dimana hari-hariku penuh perjalanan. Meninggalkan semua masalahku di belakang, sedang aku sibuk berjalan, menatap lurus ke depan, pada sebuah tujuan yang tak
akan bisa aku gapai dalam waktu dekat.
Sudah hampir sebulan
lamanya aku tidak menulis tulisan baru di sini. Seperti yang kukatakan di postingan sebelumnya,
“Kepadamu” aku sedang sibuk menulis naskah buku pertamaku. Sedang di rumah, orangtua sibuk menelpon menanyakan aku "kapan lulus?". Kupikir mungkin memang inilah waktu yang tepat untuk menyelesesaikan naskah buku pertamaku. Aku sedang diburu waktu, pikirku. 24 jam sehari rasanya kurang, ah, andai saja
sehari itu 30 jam.
Jujur, sebenarnya aku bingung harus menulis
apalagi. Banyak hal yang mau disampaikan, namun bingung harus memulainya dari mana. Mungkin kali ini aku hanya akan menceritakan tentang kilas balik apa
aja yang sudah terjadi dan yang sudah kulakukan selama beberapa bulan belakangan ini. Tanpa basa-basi, langsung saja kita mulai.
**
**
Setelah aku selesai menulis “Kenapa Aku Berhenti Menulis”
sebenarnya aku memang ingin benar-benar berhenti nulis di blog ini. Aku mau fokus nyelesain draft buku pertamaku dulu. Namun ketika tadi siang iseng buka-buka
blog, entah mengapa rasanya jadi agak sedikit nostalgia. Aku baru sadar kalau ternyata sudah sebanyak ini cerita yang pernah kutulis.
Beberapa minggu setelah menulis
tulisan tersebut, sesuai dengan rencana awal, organisasi mahasiswa yang aku ikuti di kampus mengadakan
sebuah acara yang disebut dengan "Campcer" atau "Camping Ceria". Acaranya berlokasi di sebuah
pinggir pantai di Lampung.
Satu hari sebelum acara dimulai, tiba-tiba beberapa temanku mengajakku untuk pergi ke Jakarta. Soalnya ada event pameran alat gunung terbesar se-Indonesia, yaitu: “Indofest”. Karena kebetulan saat itu ada beberapa perlengkapan gunung
yang ingin kubeli, gayung bersambut tangan, akupun mengiyakan ajakan tersebut dan berangkat pergi ke Jakarta malam itu.
Bagiku Jakarta sama saja dengan kota lainnya. Tak ada keistimewaan di dalamnya. Namun malam itu terasa beda, ada perasaan lega. Aku enggak pernah merasa sesenang ini kalau harus pergi ke Jakarta.
Perjalanan kali ini bisa
dibilang sebagai perjalananku melarikan diri. Malam itu, di jalan, aku melepas semua
tanggungjawabku, rasa cemas, cinta, dan segala hal yang memberatkanku belakangan. Anggap saja ini adalah sebuah refreshing, ucapku dalam hati. Aku berharap semoga saja malam itu angin malam dan aspal mampu melebur semua perasaan tersebut.
Kami hanya punya waku satu hari di Jakarta. Malamnya kami sudah harus balik ke Lampung untuk hadir di acara camping ceria tersebut.
Kami hanya punya waku satu hari di Jakarta. Malamnya kami sudah harus balik ke Lampung untuk hadir di acara camping ceria tersebut.
Ini termasuk sebuah pemborosan, pikirku. Hanya ingin membeli peralatan mendaki gunung, kami harus susah payah pergi ke Jakarta. Sesampainya di Jakarta, kami disambut oleh semua kesembronoannya. Vulgarnya asap motor terbang ke udara, berisiknya suara kendaraan yang berhenti di lampu-lampu lalu lintas, semuanya terlihat begitu mengesalkan. Untung saja tempat diselenggarakannya acara tersebut tidak jauh dari pusat kota dan itu memudahkan kami bertiga.
Indofest 2018 di laksanakan di JCC Senayan Jakarta. Dengan membayar tiket masuk 35 ribu rupiah, kau bebas masuk dan melihat-melihat perlatan gunung yang dipamerkan. Tujuan kami datang ke acara ini jelas, untuk membeli bukan hanya berkeliling untuk melihat-lihat (walaupun kenyataannya sebelum membelinya kami berkeliling membandingkan kualitas dan harga barang tersebut dengan merek yang berbeda)
Karena barang-barang yang dicari sudah didapat, malam itu juga kami langsung bergegas untuk pulang. Dengan keadaan fisik yang lelah, kami bertolak pulang menuju Lampung.
**
Dalam beberapa jam kemudian, aku
sudah berada di pinggiran pantai tempat acara camping ceria dilaksanakan.
Bagiku, acara camping ceria ini terkesan biasa-biasa saja, tidak ada hal spesial di dalamnya. Satu-satunya
pengalaman yang aku ingat adalah ketika kakiku enggak sengaja menginjak seekor bulu babi.
Emang dasar itu bulu babi! Berani-beraninya jadi bulu! Padahalkan bulu, kok punya duri? Malah sakit lagi kalau terinjak.
Harusnya yang namanya bulu itu lembut,
ini malah berduri, ada racunnya lagi. Bulu babi seharusnya merasa malu mengaku bulu padahal tidak
seperti bulu-bulu pada umumnya. Misalnya: bulu kucing. Daripada diberi nama "bulu
babi" lebih baik kalau kita sebut sebagai: “duri babi” udah enggak ada bulu karena yang ada cuma duri, dan kalau dilihat berapa kalipun, memang enggak ada mirip-miripnya sama sekali
sama babi. Mungkin dia babi murtad
yang enggak diakuin oleh ibunya atau babi yang dulunya dikutuk lalu jadilah seperti sekarang. Emang dasar bulu babi!
Itu adalah pengalaman pertama aku menginjak bulu babi. Begitu tersengat, aku langsung buru-buru balik berenang ke
tepi. Sesampainya di tepi, aku menoleh ke salah satu temanku yang juga kesakitan
karena hal serupa. Biar enggak kelihatan cemen di depan adek-adek kelas, aku pura-pura tegar, kelihatan tenang, pas mau diobatin dan ditanya, "Sakit gak?"
Aku jawab, "Ah enggak kok, enggak terlalu sakit. biasa aja." Padahal dalam hati teriak-teriak, “BANGSAT PERIH BANGET.”
Aku jawab, "Ah enggak kok, enggak terlalu sakit. biasa aja." Padahal dalam hati teriak-teriak, “BANGSAT PERIH BANGET.”
Ada rumor yang mengatakan ketika kau menginjak bulu babi, kau harus mengencingi bagian yang terkena sengatan. Melihat kami berdua tersengat bulu babi, banyak temanku yang dengan
baik hati menawarkan air seninya berikut juga jasa mengencinginya. Dengan
senang hati dan tanpa perasaan bersalah mereka menawarkan hal tersebut. Pertannyaanya adalah siapa orang yang rela kakinya dikencingin orang karena bulu babi?
Tapi santai, tersengat bulu babi enggak sesakit jatuh cinta kok :))
Dia bakal sembuh sendiri tanpa harus ada hubungan yang diakhiri.
Dalam beberapa minggu ini, organisasi yang aku ikuti banyak mengadakan acara. Beberapa hari setelah acara camping ceria, ada
acara pelantikan anggota. Saat itu aku ditunjuk sebagai penjaga pos yang
tugasnya menginterogasi anggota yang akan dilantik. Sialnya, entah mengapa hal
bodoh selalu terjadi disaat-saat yang penting. Aku kehilangan kunci
motor saat itu.
Kegiatan tersebut dilaksanakan di sekitar
wilayah kampus yang mencakup: lapangan basket, taman, dan lapangan voli. Aku menjaga
pos yang berada di taman--yang letaknya bersebelahan dengan lapangan basket. Kalau kunci motor tersebut jatuh, aku
yakin kunci itu jatuh di sekitaran taman. Aku mencari dan
terus mencari namun sia-sia. Ibarat mencari jarum di dalam tumpukan jerami.
Akhirnya aku meminta bantuan ke salah satu teman untuk ikut mencari kunci tersebut.
Ketika itu dia malih balik bertanya, “Serius kunci motornya
hilang?”
“Iya, serius.” jawabku
“Kos bisa?” tanyanya.
“Mungkin jatuh dari kantong celana.”
“Jatuhnya dimana?” tanyanya lagi.
“KALAU AKU TAU KUNCINYA JATUH DIMANA, ITU NAMANYA BUKAN JATUH, ITU NAMANYA DILETAKKIN!”
**
Dua hari setelah acara pelantikan
selesai, tiba waktunya untuk Ujian Akhir Semester.
Belakangan ini rasanya jadwal kegiatan terlalu padat. Dan belakangan ini juga aku ngerasa kalau hidup serasa seperti naik Roller Coaster. Maju-naik-berlalu—berpacu dengan waktu. Dua minggu
yang lalu kita mendaki Gunung bersama. Minggu depannya berangkat ke Jakarta
dan besoknya ikut camping ceria. Beberapa hari setelahnya ikut acara pelantikan, dan dua hari setelahnya udah masuk waktu ujian. Kaki melangkah, nafas tersengal,
tapi kini saatnya bagi kita untuk pulang. Belajar karena besok udah ujian. Coba
aja sebulan ada seribu hari. Sehari ada 30 jam. Pasti jadi enggak terlalu sibuk.
Begitulah hari-hari penuh kesibukan yang sudah
terjadi dalam beberapa bulan belakangan. Hanya saat menulis sajalah aku
merasa santai. Duduk sambil dengar lagu, makan rendang, minum jus, baca
buku, berpuasa, membayar zakat, dan naik haji kalau udah mampu.
Ada Apa Hari Ini?
Reviewed by Rizali Rusydan
on
May 30, 2018
Rating:
Mantappp ..
ReplyDeleteUntuk pernyataan terakhir ..Waktu bagai pedang, lalai kau binasa. Lihai kau bahagia :)
hahaha makasih far!
Delete