Kangen, iya. Miris, iya. Sayang,
banget. Sedih, apalagi. Itulah perasaan yang pertama kali muncul kala kembali
melihat laman blogku. Bukan karena jumlah pembaca yang berkurang, tapi ada
kesenjangan yang terjadi di dalamnya. Mulai dari bulan Maret 2018 sampai hari
ini Januari 2019, tak ada lagi tulisan yang kumuat di dalamnya. Sebegitu mengerikannya
dampak dari kesenjangan yang telah kubuat. Seperti ada kesenyapan yang terjadi
dan lubang besar yang menganga di dalamnya.
Aku baru menyadarinya beberapa
minggu lalu saat pertama kali melihat akun bloggerku. “Astaga,” kubilang dalam
hati. Sudah sebanyak ini yang kutulis. Sudah berapa banyak waktu yang kuhabiskan,
pikirku. Hobi yang enggak seberapa yang mengajarkanku banyak hal dan menuntunku
ke perjalanan yang enggak pernah kupikir bakal terjadi sebelumnya.
Disela-sela waktu tersebut,
banyak hal yang sudah terjadi. Sampai sekarang aku masih sibuk menulis naskah untuk buku pertama. Seperti yang pernah aku bilang pada postingan sebelumnya. Sebenarnya naskah
itu udah selesai, tapi aku masih belum puas dengan hasilnya. Perubahan demi perubahan
terus kulakukan demi memperbaiki tulisanku.
Kali ini aku
tidak ingin bilang kalau aku bakal come
back menulis lagi atau apapun istilah yang lazim orang gunakan untuk mendeskripsikan
orang yang kembali memulai rutinitas sebelumnya setelah lama ditinggalkan. Aku
hanya ingin cerita, itu saja.
Belakangan ini
aku berpikir kalau menjadi orang dewasa ternyata cukup rumit. Banyak tanggung
jawab yang harus dibeban dan terkadang tak jarang bagi orang dewasa untuk
menanggung tanggung jawab orang dewasa lainnya. Semua hal ini mulai kupikirkan
sejak pertama aku menginjakkan umur 20. Mulai dari itu sampai sekarang, aku
masih banyak bertanya. Tentang: “Apakah yang kulakukan ini benar? Apa yang
bakal terjadi kalau ternyata ini salah? Bagaimana masa depanku nantinya?”
Sebelum
menginjak umur 20, aku tak pernah berpikir seperti itu. Aku hanya berpikir
seperti ini, “jika sesuatu yang buruk terjadi saat itu, yaudah ditinggal tidur aja nanti juga selesai masalahnya. Kalaupun ternyata pas bangun masalah belum selesai,
paling curhat, tertawa, ataupun melakukan kebodohan selanjutnya.”
Diumur segini,
kalian boleh menebak berapa umurku
sekarang, aku masih melakukan hal yang sama bila ditimpa masalah. Namun hasilnya berbeda. Ketika terbangun dan berharap sudah
melupakan semua masalah yang ada, nyatanya tidak semudah itu. Aku kembali
kepikiran, malah menjadi lebih jelas. Pas lagi makan, pas
lagi belajar, bahkan pas lagi berak dan nongkrong di atas jamban.
“Tunggu,
masalah!” kubilang padanya.
“Tunggu! Kau tak
bisa begitu saja masuk dan merusak rutinitas pribadiku sampai-sampai rasanya
aku kehilangan gairah bahkan untuk berak sekalipun. Kau sudah membuatku tak nyaman!”
Seperti adegan
yang ada di film-film, ketika si pemeran utama lagi marah-marah ke sang pelaku, bukannya
mendengar apa yang diucapkan, dia hanya berlalu, melintas begitu saja seolah
tak peduli. Bersikap seperti, bodo amatlah. Begitulah masalahku saat ini.
Belum lagi
ditambah pikiran-pikiran liar yang selalu merasuk ketika malam. Pikiran yang selalu
suka berandai-andai tentang: “Nanti jadi apa aku di masa depan?”
Sebenarnya aku
orang yang bisa dibilang lebih percaya pada teori seperti ini, “Lakukanlah sesuatu
sebaik-baiknya hari ini, maka kau akan memetik hasilnya suatu hari nanti.”
Aku sering berpikir akan menjadi seperti apa di masa depan nanti. Berevolusi menjadi seekor kucing
misalnya. Kalau pas mau lahir ke dunia bisa request, aku bakal request pengen terlahir sebagai seekor kucing, tapi yang jenisnya: Anggora, Persia, ataupun British
Short Hair, yang hidup bersama pemilik yang kaya-raya. Bisa makan Royal Canin setiap hari, berak ada yang
ngurusin enggak harus susah-susah cebok ataupun disiram. Tapi itu mustahil.
Aku percaya
kalau masa depan merupakan sesuatu yang abstrak tapi hasilnya ditentukan pada
apa yang kita kerjakan hari ini. Untuk itu aku sering ragu dengan apa yang
sudah kulakukan. Selalu kutimbang-timbang baik buruknya. “Apakah itu benar? Atau
malah sebaliknya?”
Malas rasanya
kalau harus berpikir tentang masa depan, serius. Permasalahan integral, rumus
trigonometri, itu aja udah cukup buat aku pusing. Untuk itu sering kulupakan memikirkan
hal yang satu ini. Bersikap ‘BODO AMATLAH’ seperti yang Mark Manson sebut di dalam bukunya. Tapi kau tau kawan
kenyataannya, sikap bodo amat itulah yang menyiksaku sampai saat ini. Aku bisa
berpura-pura untuk tidak memikirkan apapun tentang masa depan, tapi kenyataanya:
SEMUA HAL TERSEBUT SELALU KUPIKIRKAN.
Ini seperti
sebuah anomali dalam berpikir. Kalian pasti pernah berpikir seperti ini, “Udah
enggak usah dipikirin ngapain repot-repot dipikirin.” Kenyataannya yang paling
sering terjadi adalah, “Bangsat! Aku jadi kepikiran.” Seperti itulah. Semakin
sering mencoba untuk tidak dipikirkan malah akan selalu membuatmu kepikiran.
Lalu muncullah rasa cemas.
Sial, semua ini terlalu sulit! Andai saja aku terlahir sebagai kucing. Andai saja aku bernafas dengan pori-pori. Andai saja aku hidup di Mars pasti disana enggak ada sekolahan. Enggak perlu bangun pagi lalu mandi. Ah, sial!
Ada Apa Lagi Hari Ini?
Reviewed by Rizali Rusydan
on
January 25, 2019
Rating:
No comments: