Beberapa hari belakangan ini aku
dilanda dengan kesibukan yang menyita begitu banyak perhatian. Urusan remeh-temeh
yang biasanya tak kuhiraukan, berubah menjadi hal yang kini mesti diperhatikan.
Sejujurnya, Tuhan menciptakan siang
dan malam pasti karena sebuah alasan. Dan kenapa waktu malam terasa begitu
panjang juga pasti ada alasan di baliknya. Waktu malam yang panjang inilah yang
gagal kumanfaatkan. Sudah sejak 2 hari yang lalu aku ingin menulis tapi
kenyataannya: aku hanya membaca buku lalu tidur. Menulis sama halnya seperti kiamat
yang kita sendiripun tak tau kapan akan terjadi.
Perjalanan pulang dari Pare menuju Bandar Lampung tidak semudah seperti
yang kubayangkan. Banyak kejadian tak terduga dan drama hingga akhirnya
aku bisa menginjakkan kaki di ujung Pulau Sumatera. Belakangan ini hidup
seakan mempermainkanku dengan mematahkan ekspektasi-ekspektasiku.
**
Aku tidak tahu harus bagaimana menyebutnya. Untuk itu, jika aku salah,
silahkan dibenarkan.
Salah satu hobiku adalah mendengarkan classical music atau classical piano. Selain kesan sederhana yang ia beri—sebagai manusia yang tidak mengalir darah seni setetespun di dalamnya, aku berani mengatakan bahwa permainan piano klasik adalah salah satu genre yang mesti kau dengar. Apalagi di saat kau sedang ingin menyendiri.
Salah satu hobiku adalah mendengarkan classical music atau classical piano. Selain kesan sederhana yang ia beri—sebagai manusia yang tidak mengalir darah seni setetespun di dalamnya, aku berani mengatakan bahwa permainan piano klasik adalah salah satu genre yang mesti kau dengar. Apalagi di saat kau sedang ingin menyendiri.
Tentu, aku memiliki sederet nama-nama pianist yang sampai saat ini masih
kudengar karya-karyanya. Meskipun permainan piano tersebut bukanlah versi asli
atau versi original dari permainan mereka, melainkan hasil gubahan yang dimainkan
oleh pianist muda lainnya, tak apa, itu tak mengurangi sedikitpun kecintaanku
pada piano klasik. Adapun sederet nama-nama pianist tersebut adalah: Bethoven, Mozart,
Zimmerman, Erik Satie, Debussy, dan favoritku Chopin.
Sambil mendengarkan alunan lembut nan indah sebuah piano, dalam waktu yang sama, kau dapat membayangkan dirimu hidup di dalamnya. Hadir dan merasakan
perasaan mereka sewaktu pertama kali menciptakannya. Seperti pada salah satu karyanya Chopin (aku lupa OP ke berapa), ketika aku mendengar permainannya,
dengan jelas aku bisa merasakan kesedihan di dalamnya. Tiap kali tuts ditekan, hal tersebut berubah menjadi seperti sebuah adegan penikaman yang brutal. Mungkin inilah yang dirasakan Chopin
saat memainkannya.
Namun para pianist yang dapat kau sebut sebagai dewa musik, hanyalah manusia
biasa pada umumnya. Erik Satie, contohnya. Pada tahun 1888, seorang komposer
berkebangsaan Prancis, Erik Satie, menulis tiga komposisi permainan piano yang
selanjutnya disebut dengan Gymnopedie.
Nama Gymnopedie tidak asal datang dari ruang hampa lalu muncul begitu saja dan jadilah. Tidak. Gymnopedie berasal dari sebuah
kata dalam bahasa Yunani kuno yang mengacu pada sebuah festival tahunan, dimana para
penari pria berdansa telanjang atau sederhananya tanpa senjata. Erik Satie terinspirasi oleh puisi, novel, yang ia baca hingga akhirnya diapun memberikannya
nama Gymnopedie.
Gymnopedie sendiri terbagi menjadi tiga bagian:
- Lent et douloureux (D major / D minor)
- Lent et triste (C major)
- Lent et grave (A minor)
Kusarankan kau untuk mendengar bagian pertama Lent et douloureux. Dengarkan dan rasakan lalu ceritakan padaku apa yang kau rasa.
Permainannya yang sederhana, lembut, yang mengalir begitu saja di telinga, tiap kali mendengarnya aku merasa seperti menjelma menjadi wadah kosong. Dan entah bagaimana alunan tersebut masuk dan mengisi segala ruang kosong yang ada padaku. Sialnya, itu hanya semakin menambah kesan kekosongan pada diriku. Itulah yang kurasakan.
Aku seakan-akan merasakan patah hati yang sama
seperti yang Satie rasakan beberapa tahun kemudian. Kesederhanaan,
kekosongan, kesedihan, tiga elemen utama yang kudengar tiap kali mendengar Gymnopedie
bagian pertama.
MENGAPA KAU HARUS MENDENGARKANNYA SETIDAKNYA SEKALI SEBELUM KIAMAT?
- Kesederhanaan adalah hal termewah yang pernah Tuhan ciptakan begitupun Satie dalam hal ini
- Sentuhan yang lembut pada permainannya akan memberimu kesan yang mendalam
- Rasakan patah hati versi dirimu sendiri!
Aku hanya ingin mengatakan bahwa meskipun kita membaca buku yang sama, kerap kita memahami arti dan mana dengan cara yang berbeda. Semua itu tergantung pada bagaimana kau merasakannya. Begitupun dengan mendengarkan musik. Kita bisa mendengarkan musik yang sama, tapi makna, arti, rasa, yang kita tangkap boleh jadi berbeda. Setiap orang memiliki caranya tersendiri dalam hal memaknai.
Mari patah hati Bersama Erik Satie!
Patah Hati Bersama Erik Satie
Reviewed by Rizali Rusydan
on
August 22, 2019
Rating:
Musik klasik dan piano mengingatkanku pada anime 'Shingatsu wa Kimi no Uso'.
ReplyDeletehahaha iyaa aku juga suka kaori sama (aku lupa siapa nama pemeran laki-lakinya)
ReplyDeletehttps://youtu.be/P_akN7rUzsg
ReplyDeleteMusic speaks when words failed
Gymnopedie No. 1 terbaik.
ReplyDeleteSetuju! Gymnopedie No. 1 bisa dibilang memang yang terbaik.
ReplyDeleteAgree 😊 Gymnopedie No.1 luar biasa....patah hati bersama Erick Satie hee....sad but sweet 🎹🎼
ReplyDeletehuhuhuhu bener, kan? Erick Satie memang selalu sukses bikin orang patah hati
ReplyDeleteAku bikin sejenis musikalisasi puisi dengan Gymnopedie No.1 sebagai musik latar sebelum membaca tulisan ini. Sedikit takjub karena merasakan hal serupa sepertimu waktu mendengarkannya.
ReplyDeleteBener, kan? Gymnopedie 1 memang sebagus itu.
ReplyDeleteSering banget denger sepintas lagu ini. Awalnya baikan aja. Tapi kok sering denger sih ampe bertahun2. Lha apa sih ini. Akhirnya setelahbbertahan-tahun sering denger baru searching. Emang lagunya lembut dan entah kenapa setelah pertama kali denger inget mulu kaya jatuh cinta pada pandangan pertama
ReplyDeleteasli baru banget hari ini denger musiknya satie. aku juga penikmat awam musik-musik simfoni namun cuma satie yang bener-bener gerakin aku buat ngulik histroi dan semua lagunya. aku setuju banget kalau kesederhanaan itu memang bener-bener mewah. thanks anw buat artikelnya.
ReplyDeletebener, kan? Gymnopedie-nya Satie emang ga pernah ngecewain!
ReplyDelete