Hati-hati dalam berucap karena bisa jadi ucapan adalah doa. Bila doa
dikabulkan, apa yang diucap akan menjadi nyata. Setidaknya itulah yang orang
katakan untuk mengingatkan kita untuk tidak berbicara sembarangan. Tapi tak
apa. Karena doaku memang sesuai dengan judul yang kutulis sebelumnya. Lebih
baik aku menjadi bodoh selamanya daripada menjadi orang pintar yang membodohi
dan merugikan orang.
**
Bingung. Aku merasakan kebingungan yang sama seperti yang Iksan
Skuter rasakan saat menyanyikan lagu “Bingung”. Memang susah menjadi
manusia yang manusia, apalagi me-manusiakan manusia menjadi sebenar-benarnya
manusia. Apakah hidup manusia ditentukan secara penuh oleh berbagai hal yang
bersifat subjektif atau kehidupan tak lebih dari sekumpulan data yang objektif?
Aparat negara juga tidak kalah membingungkannya. Semua orang paham
bila Aparatur Sipil Negara (ASN) memiliki tanggung jawab lebih besar dari warga
sipil lainnya. Untuk itulah mereka berhak mendapatkan fasilitas yang berbeda.
Namun makin hari ASN semakin lucu saja. Anggota dewan yang harusnya bertugas
sebagai penyambung lidah, tak ubahnya badut berdasi yang memakai peci. Rakyat
selalu dibodohi saat pemilihan.
“Pilih saya! Bersama mari kita jayakan Indonesia!” hampir selalu dengan gimmick yang sama. Setelan rapi dengan jas,
peci, begitulah yang lazimnya kita lihat pada poster-poster calon legislatif
yang tersebar di segala penjuru tempat. Begitu terpilih, semuanya berubah
menjadi badut konyol. Janji tinggal janji. Susah memang menagih janji pada
badut yang doyan bercanda.
Dan kebodohan semakin jelas terlihat saat revisi RUU KUHP
dicanangkan. Fungsi KPK bukan diperkuat, malah sebaliknya diperlemah. Digunduli
secara perlahan, dibiarkan mati begitu saja. Ada beberapa poin yang menjadi
masalah dan poin-poin berikutlah yang menurutku adalah yang paling krusial.
- Dibentuknya dewan pengawas KPK. Yang anggotanya berasal dari DPR maupun instansi terkait.
- Setiap ingin melakukan tindakan penyadapan harus melapor terlebih dahulu kepada dewan pengawas.
- Banyak calon ketua KPK yang diajukan (termasuk yang sekarang sudah sah terpilih) adalah orang yang bermasalah.
- Setiap kasus, tuduhan, yang disampaikan oleh rakyat tidak masuk kriteria.
KPK sebagai komisi anti rasuah negara kian hari kian digunduli kekuasaannya.
Seharusnya KPK menjadi salah satu badan instansi negara yang paling kuat
kuasanya mengingat kasus korupsi di negara berada di level yang
memperihatinkan. Inilah susahnya bila yang berada di dalam kantor DPR adalah
badut jadinya suka bercanda.
Menyandap namun harus melapor dewan pengawas? Jangan bercanda bung!
Isi Badan Pengawas juga sama itu-itu saja dan berasal dari golongan yang sama
pula. Lalu di mana relevansinya bila sebelum menyandap harus melapor terlebih
dahulu ke kongsinya? Ini sama halnya seperti saat kau ingin memancing ikan di
danau. Sebelum memancing, kau bisikkan ke telinga ikan-ikan yang ada di danau
bahwa kau akan menangkap ikan emas. Jelas rencana tersebut akan gagal. Mau
sejujur apapun, sebagai sesama ikan, bila imbalannya impas, maka persekongkolan
dapat dijalankan. Tentu ini adalah sebuah analogi yang buruk dan terkesan maksa.
Tapi seperti itulah yang terjadi saat ini. Alasan yang buruk dan kebodohan yang
dipaksakan. Dungu.
Lalu bagaimana bila rakyat melihat langsung dengan mata kepalanya
tindakan korupsi? Dibiarkan saja karena dianggap tidak masuk kriteria? Jangan
bercanda! Rakyat bukan boneka. Suara dan ide kalian sama sekali tak mewakili
dengan apa yang kami pikirkan dan suarakan. Berhenti menyuarakan kalau ujungnya
hanya menjadi lelucon semata!
Jangan lupa dengan kasus Novel Baswedan, bung. Sudah berapa tahun pelakunya
tak dapat ditemukan? Kasus Munir, Wiji Thukul, sudah berapa lama dibiarkan
mengendap dan busuk begitu saja? Begitu kejahatan terorisme, ujaran kebencian,
dalam sekejap semua bisa diringkus.
Tak lama Presiden dengan segala kewenangannya mengirimkan Surat
Perintah Presiden yang isinya mendukung kebijakan baru yang diusulkan DPR
tersebut. Setelah ditelisik lebih dalam, wajar saja, soalnya koalisi Bung
Besarlah yang mempelopori revisi untuk melemahkan fungsi KPK. Jadi ya wajar
saja. Meskipun kabarnya surat itu dikeluarkan untuk membantu memperkuat KPK,
tapi ya asumsi yang berkembang di publik berbeda.
Di priode pertama Presiden mengusulkan untuk memperkuat KPK. Namun
di priode kedua, Bung Besar berdusta. Tak heran. Semua hal yang diucapkan saat kampanya
memang tak lagi bisa diindahkan isinya kebohongan semua.
Apapun alasannya, walaupun tujuannya baik apalagi yang buruk, selama
hal tersebut menyangkut urgensi bersama, khususnya Komisi Pemberantasan
Korupsi, maka tak ada alasan. Jangan pernah terbuai oleh kerakusan dan
ketamakan. KPK harus tetap menjadi institusi pemerintahan yang independen.
Bung besar, tolonglah. Negara butuh bantuanmu.
Kebenaran dan keadilan harus ditegakkan secara radikal. Apa jadinya bila komisi
anti rasuah dilemahkan kekuasaannya? Negara ini kaya tapi di waktu yang sama
juga miskin tak karuan karena lahirnya ketamakan di antara penguasa. Tuhan
tidak sudi menolong negara bila kecurangan itu muncul dari penguasanya sendiri.
Semoga kau sadar.
Lebih Baik Aku Menjadi Bodoh Selamanya
Reviewed by Rizali Rusydan
on
September 17, 2019
Rating:
No comments: