Tulisan ini ditulis beberapa bulan lalu. Saat itu kemarahan sedang
berada pada puncaknya. Ingin berkata-kata kasar: penuh cacian, makian, umpatan,
maupun kata-kata buruk lainnya untuk menghilangkan kekesalan. Namun badai berangsur-angsur
reda, awan gelap sirna, aku sudah lebih tenang sekarang. Sekarang aku hanya
ingin tertawa sepuas-puasnya mengingat betapa bodohnya aku saat itu.
**
Perpisahan adalah satu kata yang hadir sebagai momok menakutkan bagi
mereka yang merasa. Bila perasaan itu seperti bongkahan keras ice Antartika,
mungkin berpisah tidak akan terasa begitu menyedihkan. Namun perasaanku tidak
begitu, ia begitu lemah. Meski tak terhitung sudah ratusan kali kucoba untuk
mengeraskannya. Aku lupa bahwa manusia juga memiliki batas.
Aku tau hari ini akan tiba. Suatu hari, suatu waktu, yang tanpa
sepengetahuanku ternyata datangnya lebih cepat dari yang kuduga.
Hampir 4 tahun Bersama, tinggal seatap, meskipun berbeda kamar. Dari
yang awalnya sering salah paham hingga akhirnya saling mengerti watak yang satu
dengan yang lainnya. Berkenalan juga membutuhkan waktu bukan?
Tapi itu dulu. Karena sekarang aku tinggal di tempat yang jauh dari
rasa nyaman hidup bersama teman yang sudah seperti keluarga. Aku diusir. Sebab
satu atau dua hal yang akhirnya memicu perpisahan.
Aku sempat menyalahkan diriku sendiri. Mungkin semua itu memang
salahku. Sementara di sisi lain, aku berpikir, tidak juga. Itu bukan salahku.
Bukan aku yang salah. Mereka saja yang terlalu tua dan kolot. Menuntut banyak
hormat, mengekang, sedang aku selalu dijadikan korban, bahkan kambing hitam—yang
patut disalahkan pada setiap kejadian buruk yang menimpa. Jika suatu hari dunia
hancur, mungkin mereka juga akan menganggap bahwa itu semua salahku.
Asap tak akan muncul bila sebelumnya tak ada api. Api juga tak akan
membara bila tak ada campur tangan manusia yang mengusahakannya. Bahkan alampun
tahu kalau segala hal di dunia ini bekerja dikarenakan sebab-akibat yang
berlaku. Jika kau bermain dengan api, maka bersiaplah untuk terbakar.
Aku hanyalah manusia biasa. Wajar jadinya kalau memiliki rasa dendam.
Itu manusiawi. Masih terlalu banyak iblis di dalamku yang mesti ditaklukan, iya
aku tau itu.
Sudahlah. Yang berlalu biarlah berlalu. Gelas yang pecah biarlah pecah.
Tak perlu diperbaiki, ganti saja yang baru. Aku harap perasaanpun begitu.
Mulai dari sini kita pisah!
Semoga kalian bahagia baik sekarang, nanti,
dan selamanya. Percayalah, sekali teman tetap teman. Tali tak apa renggang,
karena sautu waktu bisa dikencangkan. Dan dengan perasaan bangga ini aku
umumkan: AKULAH ORANG PERTAMA YANG DIUSIR DARI KOSAN!
Terusir
Reviewed by Rizali Rusydan
on
September 23, 2019
Rating:
No comments: