Komentar terbaru

Bukan Pria Tangguh


Sejak kecil ayah selalu bilang, "Anak laki gak boleh cengeng! Jangan suka nangis. Kalau berantem, kalah, diem aja. Jangan nangis. Gapapa pulang bengkak-bengkak, yang penting jangan nangis! Paling Bapak yang nangis karena harus keluar uang bawa kamu ke rumah sakit. Intinya jadi laki-laki jangan cengeng, dan bapak ralat juga, kalau bisa gausah berantem."

Dari kecil aku memang enggak akrab sama yang namanya berantem. Selain penakut, aku juga culun. Sangking culunnya, waktu masih TK, aku pernah enggak mau sekolah karena dibentak dan diancam mau dipukul sama temen cuman gara-gara pakai sepatu yang sama persis seperti yang dia pakai.

"Awas kau ya kalau pakai sepatu yang sama kek punyaku. Aku buang sepatumu."

Aku ngadu ke Ibu sepulang sekolah. Minta dibeliin sepatu baru. Ibu cuman mengelus kepalaku, ibu bilang, "Namanya sepatu sekolah pastilah banyak jenisnya. Bukan cuman satu dan bukan cuman satu orang aja yang boleh pake satu jenis sepatu. Semuanya boleh pakai sepatu yang sama. Kebetulan aja punya Rizal sama kek yang dia pake."

Aku hanya mengangguk.

Sampai sekarang, aku masih merasa cemen dan culun, setidaknya itulah yang kupikirkan.

Berkali-kali gonta-ganti belajar seni bela diri. Mulai dari: silat, tapak suci, tarung derajat, karate, tetap enggak ada pengaruhnya. Satu-satunya yang kuingat tentang bela diri ialah "Chudan Chukei", nama jurus menendang dalam bela diri karate. Itupun kuingat karena namanya aneh.

Sadar kalau aku bukan pria yang tangguh, kuat, dan jago berantem, aku menyikapinya dengan menekuni hal-hal lain.

Lo boleh percaya atau enggak kalau dulu aku dan buku pernah sedekat kelilingking dan jari manis. Waktu SMP, semasa di pesantren, bukulah satu-satunya media hiburan bagiku. Karena aku bukan anak yang atletis, main bola ataupun olahraga lainnya terasa membosankan. Setiap waktu istirahat selalu kusempatkan untuk singgah ke perpustakaan. Membaca buku-buku sejarah maupun ensiklopedi dunia.

Hingga menjelang masuk SMA entah mengapa aku dan buku menjadi begitu jauh. Aku melihat buku seperti orang asing dan buku melihatku mungkin juga seperti: orang dari negeri antah-berantah yang tak diketahui asalnya. Namun itu hanya sementara, naik ke kelas dua, aku kembali akrab dengan buku. Semua itu berkat bukunya Raditya Dika, Koala Kumal.

Bacaanku yang tadinya seragam: hanya buku-buku komedi, perlahan bergeser menjadi buku-buku romance, motivasi, lalu merambah ke buku-buku non fiksi, dan puncaknya aku mulai membaca buku-buku filsafat.

Meskipun membaca buku dan tebalnya buku yang kau baca tak dapat membuatnu jadi pria yang tangguh, apalagi jago berantem, inilah caraku untuk menutupi kekurangan tersebut. Lo boleh jadi pria yang tangguh. Lo juga boleh jadi pria yang culun, asal enggak bloon, itu cukup.

Mungkin aku memang bukan pria yang tangguh. Sewaktu kelas 2 SMA aku diputusin oleh pacarku. Hal itu menjadi momen paling menyakitkan yang sampai saat ini masih kuingat. Lalu patah hati entah bagaimana menuntunku pada sebuah hobi baru. Yang awalnya membaca, merambah menjadi menulis. Patah hati luar biasa karena cinta masa SMA. Menulispun bukan karena alasan. Sesederhana hanya ingin bercerita sambil mengobati hati yang terluka.

Beberapa tahun telah berlalu. Tak peduli apapun cara yang kulakukan untuk menutupi kelemahan tersebut, sampai saat ini aku masih 'Rizali' yang sama dengan "Rizali' empat tahun lalu. Pria culun dan tak tangguh seperti yang kau kira.

Saat ini patah hati bukan lagi sebuah momok yang mengerikan justru beberapa hal seperti: penolakan, kegagalan, hingga dikeluarkan, merupakan momok yang membuatku ngeri akhir-akhir ini.

Baru-baru ini aku dikeluarkann dari grup start up teman satu angkatan kuliah. Aku memang udah berniat untuk keluar sebelumnya karena kerjaan yang diberika tidak sesuai dengan bidang keahlian. Namun aku keduluan dan yang ada malah dikeluarin. Keluar dan dikeluarin itu rasa dan prosesnya jauh berbeda. Aku sedikit terguncang.

Tak berguna buku-buku motivasi maupun self improvement yang kubaca. Ternyata kenyataannnya semua hal tentang kegagalan dan penolakan terasa jauh lebih menyakitkan dibandingkan kata-kata. Buku motivasi sudah berulang kali mengulas tentang hal ini, namun perasaan, hati, bukanlah sesuatu yang mudah dipahami dengan berbagai macam ulasan buku-buku motivasi.

Wahai penulis buku motivasi, adakah buku yang dapat mempertangguh hati? 
Disini, Aku, Rizali, membutuhkan bantuanmu. 
Bukan Pria Tangguh Bukan Pria Tangguh Reviewed by Rizali Rusydan on March 08, 2020 Rating: 5

No comments:

Powered by Blogger.