Komentar terbaru

Ini Bukan Cerita Tentang Kopi


"Kurang atau lebih, setiap rezeki perlu dirayakan dengan secangkir kopi." ucap Joko Pinurbo dalam salah satu puisi kopinya.

Harimu belum dikatakan sempurna bila kau belum menikmati secangkir kopi. Secangkir kopi, entah itu pahit atau manis, hitam atau krim, tak peduli apa jenisnya, secangkir kopi selalu mampu memeriahkan hari. Memeriahkan hari dengan cara yang sederhana. Sesederhana seperti yang Joko Pinurbo katakan, "Kurang atau lebih, setiap rezeki perlu dirayakan dengan secangkir kopi."

Tak heran bila sekarang banyak warung kopi tersebar di segala tempat. Untuk itu tak usah kau heran bila di setiap malam di penghujung minggu banyak anak muda yang nongkrong di warung-warung kopi. Aku salah satunya.

Setiap orang memiliki alasan tersendiri mengapa dia datang ke warung kopi. Ada yang ingin menikmati kopi, ada yang hanya ingin nongkrong dan ngobrol bareng teman, ada juga yang datang hanya untuk bengong sambil menikmati kopi yang disuguhkan. Yang terakhir itu aku.

Sudah menjadi rahasia umum bahwa warung kopi adalah salah satu tempat terbaik untuk bercerita. Ernest hemingway pernah mengatakan, "Jika kau ingin tahu sistem politik di suatu negara maka datanglah ke warung-warung kopinya."

Kita semua setuju bahwa warung kopi adalah tempat terbaik untuk bertukar kisah. Namun tidak semua orang sepakat melaksanakannya. Merenung, mencoba cari inspirasi, sambil menikmati menu, juga merupakan sebuah seni datang ke warung kopi. Itulah alasan mengapa aku lebih sering pergi ke warung kopi sendiri dibanding bergerombolan. Aku bukan tipe orang yang berbagi, apalagi berbagi cerita.

"Masih belum ganti pesanan?" Ucap Si Barista.

Aku cuma tersenyum lalu bilang, "Masih".

Kopi. Minuman 4 huruf yang bikin semua orang jadi happy. Mau murah, mahal, hampir semua orang minum. Baik itu di rumah, di teras, di warung-warung, atau di pojok-pojok jalan gang, cairan berwarna hitam ini sudah seperti candu.

Namun tidak bagiku. Aku lebih suka minum teh ketimbang kopi. Kalaupun harus meminum kopi, hanya kopi yang diseduh dari biji kopi gayo saja yang kuminum. Kintamani, Garut, Semendo, Flores, dan yang lainnya, aku enggak minum. Aku cukup pemilih dalam urusan kopi tapi memang seperti itulah aku.

Berhubung warung kopi yang sering kudatangi ini jarang menyediakan menu kopi gayo, aku beralih memesan "Choco Caramel". Hanya choco caramel yang kupesan tiap kali datang berkunjung. Bisa 1-3 gelas choco caramel habis kuminum tiap kali aku duduk di warung tersebut.

"Masih belum ganti pesanan?" ucapan yang rutin diulang-ulang Barista tiap kali melihatku memesan menu yang sama terus-menerus.

"Belum."

"Ah, entar juga ganti. Lihat aja, kapan-kapan datang kesini pasti entar pesanannya juga jadi kopi."

"Semoga," jawabku senyum.

Lidah emang enggak bisa berbohong. Rasa dan aroma dari biji Kopi Gayo seakan sudah melekat di dalam diri. Sulit untuk minum dari biji kopi lain. Meskipun setiap biji kopi memiliki karakteristik uniknya masing-masing, tapi bagiku biji kopi gayo tetap yang terbaik. Aku cukup keras kepala perihal selera. Sulit bagiku untuk pindah, beralih dari minuman yang satu ke minuman yang lainnya. 

Mr. Konsisten--mungkin itulah nama yang pantas buatku. Jika aku sudah menyukai sesuatu, maka yang sesuatu itulah yang akan terus kunikmati dan kupakai. Aku suka kopi gayo, maka hanya kopi gayo yang akan kuminum. Aku suka sepatu Adidas dengan logo  3 strips dijahit, maka hanya sepatu Adidas dengan logo 3 strips yang dijahit yang akan kupakai. Aku suka sepatu puma suede, maka hanya sepatu puma suede yang kupakai. Aku cukup keras kepala untuk masalah selera. Namun semua pendirianku itu dapat berubah bila ada seseorang yang memberikan.
Ini Bukan Cerita Tentang Kopi Ini Bukan Cerita Tentang Kopi Reviewed by Rizali Rusydan on February 27, 2020 Rating: 5

No comments:

Powered by Blogger.