Satu hal yang perlu kalian tau,tidur sekamar bareng banci itu bukan hal yang menyenangkan.**
Kami tiba di sekolah saat langit sudah gelap. Aku dan teman-temanku di organisasi pramuka baru saja kembali dari acara pelantikan. Berhubung jarak bumi perkemahan dengan sekolahku cukup jauh, kami tiba di sekolah saat malam sudah mulai larut.
Setibanya di sekolah, lalu memeriksa barang bawaan, setelah itu satu-persatu teman-temanku pun pulang. Menyisakan aku, lampu jalan, dan hilir-mudik lampu kendaraan yang menyilaukan mata. Sementara yang lainnya pulang, Aku masih harus menunggu seorang teman menjemputku. Karena sebelum pergi, aku menitipkan motorku padanya. Tanpa motor tersebut, aku tak bisa pergi ke mana-mana.
Baru beberapa menit menunggu, rasa bosan mendatangiku. Dan bukan cuma itu. Aku juga terpaksa bersedekah darah sekian liter kepada nyamuk di sekitar. Menunggu teman datang menjemput di pinggir jalan malam-malam sendirian itu sama saja seperti bunuh diri. Kalau enggak diculik, ya kena demam berdarah.
Tak lama, aku pun nekat berjalan menuju kos temanku tersebut.
Sampai di kosnya, setelah basa-basi dan ngobrol sebentar, aku ditawarin temanku itu, sebut saja namanya Blackie, untuk tidur di kosnya. Sebelum ini aku memang sudah cukup sering numpang tidur dan menginap di kosnya. Maklum, jarak antara rumahku dan sekolah cukup jauh. Aku tinggal di pinggiran kota. Kalau kata orang sih, lokasi tempat tinggalku itu tempat jin buang anak sangking pelosoknya. Tapi selama tinggal di sana, enggak pernah tuh aku ngeliat anak jin berserakan di tengah jalan rebutan ASI.
Namun anehnya, malam itu aku segan menumpang di kamarnya. Mungkin karena sudah terlalu sering, muncul perasaan segan.
Karena malam itu aku tidak jadi menginap di kosnya, kami hanya ngobroi sambil makan di warung bakso depan kosnya. Selain capek, ngantuk, malam itu aku juga laper. Mengingat semua zat jahat, radio aktif, dan entah udah berapa banyak krikil di nasi yang sudah kumakan. Seminggu ikut acara pelantikan, aku bisa dioperasi usus buntu.
Selagi menikmati bakso, ide gila itu muncul di kepalaku. Kenapa aku enggak nginep di tempatnya Vandy aja? Daripada pulang, bagus singgah ke tempatnya. Dekat dari sekolah juga kok kosnya.
Aku pun menyampaikan ide tersebut ke Blackie. Dia melihatku kaget. "Serius kau?" Tanyanya. Blackie bilang terlalu banyak resiko kalau nginap di kamarnya. Selain karena Vandy itu bencong, dia juga seorang penyuka sesama jenis, seorang homo lebih tepatnya.
"Bisa aja nanti pas di kamarnya kau digodanya.?"
"Tapi kan, dia kawan kita?"
"Walaupun. Kalau udah sange, kawan urusan belakangan."
Sebagai laki-laki yang 90% normal, aku enggak bisa ngebayangin gimana horornya digodain bencong. Apalagi yang jadi bencong itu teman sendiri. Mau marah, enggak enak soalnya teman. Enggak marah, lubang pantatku dihajarnya.
Nasi sudah menjadi bubur. Aku udah terlanjur bilang ke Blackie untuk nginap di tempatnya Fandi. Aku harus menerima resikonya. Sekarang adalah saatnya untuk berpikir gimana caranya adegan sodom-sodoman tidak terjadi nantinya.
Setelah makan bakso, Blackie pun mengatarku menuju kosannya Fandi. Setelah menempuh perjalanan selama beberapa menit, akhirnya kami pun tiba di kosnya.
Kedatanganku disambut dengan senyum ramah Vandy, seramah senyum mbak-mbak kasir indomaret.
"Akhirnya sampe juga. Sini masuk. Ada yang bisa aku
Dibantu Fahmi dan Vandy, kami segera menaruh alat-alat dan semua barang bawaanku ke kamarnya Vandy di lantai dua. Selesai memasukkan semua barang tersebut, tak lama setelah itu Blackie pulang. Sedangkan aku beres-beres dan mandi. Sehabis beres-beres, barulah aku menyusul Vandy yang sedang ngobrol dengan teman-temannya di luar kamar.
Pas lagi asyik ngobrol, keanehan pun timbul. Saat itu aku melihat sesosok cowok tegap yang juga sangat berotot, yang penampilannya juga lakik banget bahkan lebih laki dari laki-laki, entah kenapa, lihat dia bicara, aku merasa ada aura manja terpancar dari tubuhnya. Bicaranya lembut dan gerak tubuhnya gemulai.
Sampai suatu momen, tiba-tiba dia keceplosan. "Eh iyalah buk'e. Aku juga gitu kok." Apa??!! Buk'e? Bukannya itu bahasanya banci? Ternyata benar kesan manja yang dari tadi kurasa. Meskipun tampilannya cowok banget, tersimpan jiwa feminim di dalamnya. Gak kusangka ternyata dia juga sama seperti Vandy, seorang bencong, dan kebetulan juga homo. Seketika aku langsung siap siaga menjaga kawasan bokong dan daerah rawan lainnya. Jangan sampai kegiatan ngobrol-ngobrol berubah jadi sodom-sodom.
Selama ngobrol, aku selalu memegang bokong. Ini sebagai tindakan pencegahan mana tau semua ini, semua obrolan ini, hanyalah rencana busuk mereka untuk menjebakku agar mereka dapat menghabisi pantatku secara massal nantinya. Karena apalagi yang mereka incar kalau bukan pantat, lubang wc? Gak mungkin. Tapi enggak tau kalau udah kepepet ya.
Malam semakin larut. Kami pun bergegas pindah. Aku dan Vandy masuk ke dalam kamar. Sesaat aku akan menutup pintu, Mail, si bencong laknat, bilang kalau dia mau ikutan masuk. Soalnya masih ada yang mau diobrolin dengan si Vandy. Di sini perasaanku udah mulai enggak enak.
"Itu lho buk'e. Kemarin aku ngelihat Ferdi jalan sama cewek lain lho buk. Padahal kemarin baru aja jalan sama aku. IH, enggak percaya akika. Najong lah pokoknya. Kezell... kezel... kezel" ucap Mail.
"Sabar ya buk'ek. Akika yakin dia selingkuh tuh. Bisa jadi ternyata bukan cuma sama cewek itu aja. Bisa aja dia juga jadi simpenan bencong lainnya. Coba kau tanyalah dia dulu buk'e."
"Masa' sih buk'e. Enggak percaya ekke." Bantah Mail masih enggak percaya.
Malam sudah semakin larut. Obrolan masih terus berlanjut bahkan makin absurd. Mulai dari bicarain Ferdi yang jadi simpenan bencong lain sampai dugaan kalau Ferdi ternyata cowok berkelamin ganda. Aku yang mendengar mereka cuman bisa kalang kabut berdoa sekaligus dzikir hebat dalam hati memohon perlindungan semoga setelah topik pembicaraan mereka selesai nanti, mereka tidak mencoba untuk menghajar pantatku karena frustasi dengan Ferdi.
Niatnya, malam itu aku ingin tidur terakhir. Buat memastikan kalau semuanya aman dan mereka enggak macam-macam. Namun, niat hanya tinggal niat. Semuanya kandas di tengah jalan. Apalah daya, ternyata kantuk lebih berat daripada yang kuduga.
Namun sebelum tidur, aku meminta selimut tebal kepada Vandy lalu melilitkannya ke sekeliling tubuh dengan kuat. Ini semua kulakukan agar bencong LAKNATULLAH tersebut tidak bisa menyetuh daerah sensitifku.
Aku pun tidur.
Hamba pasrah Tuhan. Semoga mereka tidak kesetanan dan semoga setelah bangun pagi aku masih bisa berak dan ngeden seperti biasa.
**
Paginya, aku bangun pukul setengah enam. Sehabis bangun, hal yang pertama kali aku lakukan adalah memeriksa daerah pantat. "Syukurlah masih ketat dan aman," bisikku dalam hati. Aku pun langsung mencari tas untuk mengambil peralatan mandi.
Setelah peralatan mandi kudapat, aku langsung pergi ke kamar mandi dan mandi dengan terburu-buru. Kalau di rumah, biasanya aku mandi butuh waktu lima menit, khusus hari ini, gimana caranya aku harus bisa mandi dalam 3 menit. Sudah termasuk: sabunan, sikat gigi, semuanya mesti kulakukan dengan super cepat.
Selepas mandi, Aku langsung memakai seragam sekolah. Berkaca sejenak sambil merapikan rambut yang acak-acak an. Memakai kaos kaki lalu mengikat tali sepatu yang mulai longgar, dan bersiap-siap pergi tanpa membangunkan Vandy. Ini masih terlalu pagi untuk membangunkannya dan aku memang sengaja tidak membangunkannya karena aku enggak mau jadi orang pertama yang dia lihat ketika membuka mata. Hal-hal romantis antara cowok normal dan homo seperti itu tidak dapat ditolelir.
Aku keluar dari kosnya pukul 06.30. Dengan sedikit berlari, aku menuruni tangga kosan hingga ke parkiran. Mengengkol motor, selama dua menit kurang lebih, dan langsung tancap gas menuju ke sekolah. Akhirnya aku resmi meninggalkan kos jahannam tersebut.
Selama di perjalanan menuju ke sekolah, aku teringat momen saat sebelum keluar dari kamarnya Vandy. Waktu itu aku ngeliat Vandy yang sedang tidur. Sebelum pergi dar kamarnya, kutatap wajahnya sebentar. Bisa-bisanya ada cowok yang suka sama Vandy--cowok kekar, dada buluan, juga kumis dan jenggot yang lebat. Cowok mana yang rela khilaf dengan spesies yang satu ini coba?
**
EPILOGUE
Sampai hari ini aku masih berteman baik dengan Vandy. Cerita ini bersumber dari pengalaman pribadi antara aku dan salah satu sahabatku, Vandy, si bencong kekar tulang lunak. Vandy hanyalah nama samaran. Semua yang kutulis sebelumnya hanya bercandaan. Tidak ada maksud untuk menjatuhkan karena sejatinya kami berdua teman bahkan sahabat. Aku harap kalian paham.
**
Edisi sebelum revisi: Pengalaman Sekamar Bareng Banci
PENGALAMAN SEKAMAR BARENG HOMO (EDISI REVISI)
Reviewed by Rizali Rusydan
on
November 15, 2020
Rating:

No comments: