Pernah nggak sih lo berpikir kalau hidup lo paling menderita? Bahkan bukan cuma menderita, lo juga berpikir kalau hidup yang sedang lo jalani ini terlalu sulit dan sukar untuk dimengerti. Terlalu banyak misteri soal masa depan yang nggak lo ketahui sampai buat lo overthinking. Dari kasur yang hangat, kau pun terus memikirkan soal ini lagi dan lagi. Dan tanpa sadar kau pun mulai tersiksa. Namun itu semua penderitaan dan siksaan itu tak sebanding denganku yang mengawali kehidupan dari kamar yang diapit oleh dua buah kamar mandi. Percayalah, itu berat. Bahkan Dilan pun tak akan kuat.
Masuk semester tiga aku memutuskan untuk pindah kamar. Sebelumnya aku sekamar dengan temanku Anto. Kita berdua pisah kamar bukan karena kebiasaan Anto yang suka jemur sempak basah di dalam kamar.
Ketika sekamar berdua, sadar atau tidak sadar, terkadang kita sudah saling melanggar privasi satu sama lain. Aku tipikal orang yang rusuh kalau tidur. Tendang sana tendang sini, peluk sana-sini, jadi ada satu masa di mana pas tidur aku meluk Anto. Dan begitu bangun, kami seolah pasangan homo.
Gak jarang pas temen lagi main ke kosan, mereka mergoki kami berdua lagi pelukan. Mereka pun langsung teriak: "Astagfirullah, homo!". Aku yang notabene berkulit hitam dan kurus kek kurang gizi, pelukan sama Anto yang hitam besar kek Gorilla. Ini bukan lagi seperti adegan homo tapi lebih mirip adegan Gorila piting Simpanse.
Cerita soal kamar baruku, kamarku yang sekarang memang nggak seluas kamar yang dulu. Kamarku yang dulu, cukuplah buat dipakai main futsal, marathon, itu kalau kalian gila. Ukuran kamarku yang sekarang hanya 3 x 2 meter, hanya cukup untuk satu lemari, satu meja belajar, dan satu tempat tidur.
Letaknya juga strategis dekat dengan dapur dan dua buah kamar mandi. Bahkan sangking strategisnya, letaknya langsung berdampingan dengan dua kamar mandi tersebut. Jadi kalau lo lagi males keluar kamar berak, tembus aja dindingnya, langsung tuh nyampe. Kamar baruku ini adalah tipikal kamar pembantu di sinetron-sinetron yang biasa letaknya itu di ujung-ujung ruangan, yang mana itu gelap, minim penerangan, lembap, tempat tikus, lintah, buaya, dinosaurus, berkembang biak.
Keputusan untuk pindah kamar memang memberiku pengalaman baru namun juga hal-hal tolol baru lainnya.
Kalau pas malam nih, misalnya. Karena kamarku letaknya di sudut rumah, jadi jendelanya itu langsung menghadap ke sawah. Dan kalau lo buka jendelanya pas malam hari, bersiaplah untuk diinvasi koloni serangga. Mereka berbondong-bodong masuk ke kamarku melalui jendela tersebut. Dari serangga yang normal sampai serangga yang belum teridentifikasi di buku biologi. Mulai dari yang menyebabkan gatal-gatal, demam berdarah, malaria, sampai chikungunya pun ada. Aku serasa tinggal di Hutan Amazon.
Hal menjengkelkan lainnya dari kamar ini adalah: KETIKA TEMEN LO BERAK, LO BISA DENGERIN LANGSUNG SUARA NGEDEN DAN TAI MEREKA MASUK KE DALAM JAMBAN. Ini beneran. Jadi semacam ada konser mini, duet maut yang terjadi antara aku dan temanku tiap kali mereka berak. Dia yang berak, aku yang mendengarkan suara tainya.
Urusan berak, ngeden, semuanya itu alamiah. Kita bisa nentuin kapan untuk ngelakuinnya, tapi hal-hal brutal yang ikut serta saat proses pengeluarannya adalah faktor yang tidak pernah bisa diduga. Contoh: ketika lo sesak berak dan pengen langsung buru-buru berak di kamar mandi. Apa yang biasanya terjadi? Lo masuk ke kamar mandi, buka celana, dan berak. Selesai. Namun prosesnya bisa juga masuk, buka celana, berak, lalu diiringi suara jepret pantat yang brutal. Pas lagi berak, tiba-tiba keluar suara "Broootttt... Brut..... Duar....".
Inilah yang menjadi kegelisahan utama semenjak aku pindah ke kamarku yang baru. Sekali lagi, aku tau kalau urusan berak itu alamiah. Kita bisa nentuin kapan waktunya mereka akan dikeluarkan, tapi segala proses yang terjadi ketika kita di dalam WC tidak ada yang bisa menduga. Entah itu brutal, sopan, atau elegan.
Inilah yang menjadi kegelisahan utama semenjak aku pindah ke kamarku yang baru. Sekali lagi, aku tau kalau urusan berak itu alamiah. Kita bisa nentuin kapan waktunya mereka akan dikeluarkan, tapi segala proses yang terjadi ketika kita di dalam WC tidak ada yang bisa menduga. Entah itu brutal, sopan, atau elegan.
Dan yang paling ngeselin dari kasus berak brutal ini adalah: sering terjadi ketika aku lagi makan. Berhubung dinding kamarku berdampingan langsung dengan kamar mandi, dan kebetulan mejaku juga nempel dengan dinding kamar mandi, jadi sering terjadi adegan di mana pas aku lagi makan, aku diiringi dengan suara ngeden dan kentut sewaktu berak.
Lagi enak ngunyah ayam sambal nyam nyam nyam nyam.. dari samping disambut dengan suara brottt.. preeet.. preeeet... dum.. duarr.. plung.. ceplung.. suara tai masuk ke jamban. Wah, sungguh kisah yang harmonis sekali bukan? Memang sih nasi dimakan jadi tai, TAPI GA PAS MAKAN JUGA DONG DIIRINGI SAMA SUARA TAI! Mau marah, tapi temen. Mau kesel, udah terlanjur pindah di sini. Yang bisa kulakukan hanyalah menerima semua suara tai tersebut dengan lapang dada dan sabar :)
BENERIN YANG INI
Padahal di kamar mandi ada teknologi yang namanya keran, bak, ember, seperangkat alat mandi dan lainnya. Keran air fungsinya selain untuk mengeluarkan air, keran air juga bisa dipakai untuk menyamarkan suara brutal yang keluar dari pantat pas lagi berak.
Pas lo lagi berak, silahkan putar keran airnya. Biarkan air mengucur deras dari sana. Suara riuh tersebut berguna untuk menyamarkan suara brutal yang keluar dari pantat pas lagi berak. Inilah yang biasanya kulakukan ketika berak di tempat umum. Malu banget kalau pas lagi buang hajat, suara ngedennya kedengeran orang.
Pas lo lagi berak, silahkan putar keran airnya. Biarkan air mengucur deras dari sana. Suara riuh tersebut berguna untuk menyamarkan suara brutal yang keluar dari pantat pas lagi berak. Inilah yang biasanya kulakukan ketika berak di tempat umum. Malu banget kalau pas lagi buang hajat, suara ngedennya kedengeran orang.
Tapi tidak untuk sebagian teman-temanku. Kita berasal dari daerah yang berbeda, menganut kebudayaan yang berbeda pula serta pola hidup yang berbeda. Kalau dari kecil lo terbiasa berak di sawah, kemungkinan pas dewasa nanti, lo masih akan melakukannya. Memang terasa lebih adem kalau berak di sawah. Selain menyatu dengan alam, ada sensasi dingin di pantat karena ketiup angin sepoi-sepoi. Namun di era moderen seperti sekarang, hal kek gitu udah nggak layak lagi dilakukan. Beraklah di toilet. Jangan berak di sawah apalagi sampai berak di depan kantor polisi. Itu namanya gila.
Begitulah duka hidup di kamar kos baruku ini. Ada saja keunikan dan hal bodoh yang kerap kali terjadi. Banyak teman yang menganjurkan aku untuk pindah ke kamar lain yang jauh lebih layak. Namun inilah daya tariknya. Di balik ke brutalan suara ngeden mereka, tidur di kamar ini serasa tidur di alam terbuka. Suara jangkrik sawah, cicak kawin, kecoak, semuanya terdengar seperti nyanyian alam--yang membuatku terngiang seolah-olah sedang tidur di alam liar. Padahal kenyataannya, aku hanya berkutat di suara-suara ngeden mereka, berperang dengan kecoa bangsat yang suka terbang tiba-tiba. Namun aku sudah terlanjur cinta. Khususnya dengan kamar ini. Biarkanlah aku jatuh cinta dengannya dengan cara paling sederhana. Seperti gayung kepada ember, ember kepada air, dan air kepada jamban. Yang saling bahu-membahu membabat habis tokai kita hingga ke selokan. Berikut merupakan puisi bertemakan tai sekaligus bukti buruk karena kelamaan hidup di tengah-tengah jamban. Otaknya jadi busuk dan sendu.
Manusia di antara 2 Jamban
Reviewed by Rizali Rusydan
on
December 19, 2021
Rating:
No comments: