Komentar terbaru

Karena Mengeluh Adalah Passion-ku!


Belakangan ini Aku heran dengan teman-temanku di twitter. Ada masa di mana dulu twitter jadi prioritas utama ketika main sosmed. Waktu SMA, tepatnya tahun 2012, adalah masa-masa puncak bermain twitter. Instagram belum se-populer sekarang kala itu meskipun sebagian teman-temanku sudah ada yang memainkannya.

Aku percaya dengan istilah di mana ada kejayaan pasti ada keruntuhan. Di mana ada keramaian pasti ada kesepian. Bermain twitter pun seperti itu. Selepas lulus sekolah, perlahan timline twitter jadi sepi. Mulai jarang ku lihat ocehan teman-temanku bersliweran di timeline. Twitter jadi sepi dan keasyikan bermain twitter pun hilang dan perlahan twitter mulai ditinggalkan.

Bertahun-tahun berlalu. Akun-akun tersebut tak juga kunjung aktif, Serasa seperti dibiarkan terbengkalai begitu saja oleh pemiliknya. Suatu kali aku berharap semoga nasib akun-akun tersebut sama seperti cerita-cerita di buku dongeng. Akun-akun tersebut dibiarkan lama tidak aktif, dibiarkan terbengkalai, lalu ketika saatnya tiba, akun tersebut bangkit dan aktif kembali sama seperti kisah Snow White yang tiba-tiba bangkit setelah dicium oleh Pangeran. Aku harap seperti itu.

Dan hal itu terjadi beberapa bulan belakangan ini. Akun-akun usang yang sudah lama ditinggalkan, satu per satu mulai aktif kembali, mulai ribut, sebagaimana dulunya. Bahkan ada sebagian temanku yang sampai harus membuat akun baru karena lupa password dan email akun lamanya. Bisa kau bayangkan sudah berapa lama dia meninggalkan akun tersebut sampai-sampai dia lupa dengan email dan password akunnya sendiri. Ini menjadi kesenangan tersendiri bagiku. Akhirnya timeline twitterku akan diramaikan kembali oleh ocehan-ocehan mereka.

Sial, kesenangan tersebut tak berlangsung lama. Di sinilah aku mulai melihat sedikit perubahan perilaku para pengguna sosial media di Indonesia. Mereka kembali ke twitter bukan lagi untuk bersenang-senang, melainkan hanya unutk mengeluh, melampiaskan kekesalannya.

Beberapa orang menjadi begitu sensitif di dunia maya. Menjadi sangat mudah tersinggung, tersakiti, yang akhirnya berujung pada tindakan bully atau perundungan itu sendiri. Namun yang lebih mengesalkannya lagi adalah kawan-kawanku melakukan hal yang serupa: mengoceh ini-itu soal rasa kesalnya, soal betapa tidak beruntungnya dia dalam hubungan percintaan, tentang dosen pembimbing yang tiba-tiba suka hilang kayak kagebunshin. Untuk sesaat itu lucu namun lama-kelamaan itu jadi menjengkelkan.

Semenjak saat itu aku melihat sosial media khususnya twitter dengan perspektif yang beda. Di twitter banyak orang yang berusaha menjadi dirinya yang asli sebab di dunia nyata mereka tak bisa menunjukkan sisi aslinya. Hingga twitter pun dipenuhi dengan berbagai macam hal mulai dari: berita hoax politik, meme, jadi tempat berkeluh kesah, tempat pengakuan dosa, sosial media untuk mengungkap predator seks, maupun tempat untuk menyuarakan social movement yang sedang gempar terjadi. Sebagian menghibur namun sebagian besar lainnya menjengkelkan terutama tweet-tweet yang isinya keluhan mulu, panjat sosial, apalagi itu, akun-akun yang suka nyari sensasi demi atensi.

Terlepas dari apapun hal yang dikeluhkan khalayak warga twitter, itu hak mereka, kebebasan mereka dalam menggunakan sosial media.

Namun untuk teman-teman saya nih sekali lagi ya, yang sekiranya sudah saya kenal, tolong, tolonglah berhenti mengeluh. Jijik loh kalau harus baca keluhan kalian terus. 

"Di-block ajakan bisa!" 
"Di-unfoll atau gausah dilihat."

Apa guna mata kalau tak dipakai melihat? Nanti pas tau diblock atau diunfoll sedih. Dibilang benci, iri hati, malah jadi bahan gosip pas reunian nanti.

Terserah. Kalian boleh keluhkan apapun di sosial media tapi apa tidak malu sama orang yang terpaksa mesti baca keluhan kalian diam-diam, apa enggak malu sama Tuhan yang udah nyiptain kalian biar berguna, eh malah disia-siakan buat ngoceh ngeluh terus tiap harinya, Coba sesekali lihat orang yang hidupnya tidak seberuntung kalian. Biar kalian sadar, biar enggak ngeluh aja kerjaannya di twitter. 

Lagianpun percayalah, apa yang kalian keluhkan sekarang akan jadi lelucon di hari tua. Kalian bakal malu sendiri nanti pas udah tua, pas udah punya cucu, tau-tau cucumu nemuin tweet-tweet kalian dulu yang isinya ngomel mulu, ngeluh mulu, lalu di-screen shoot, disebar ke grup Whatsapp keluarga. Malu bos, malu!

Sekiranya apa tidak malu kepada Tuhan yang menciptakan manusia agar jadi berguna malah disia-siakan buat ngeluh di twitter tiap harinya. Tidak malu kepada Tuhan yang menciptakan manusia agar jadi berguna malah sibuk buat sensasi karena haus akan perhatian?

Apa enggak malu kalau ditanya malaikat "Apa yang sudah kau lakukan di dunia?" Sedang kau hanya menjawab, "Buat sensasi di sosial media."

Apalagi ketika sedang disambut oleh HRD yang ingin merekrutmu kerja lalu beliau bilang, "Oh, ini calon pegawai yang sukanya cari sensasi di sosial media?"

Apa tidak malu?

Hanya inilah yang bisa aku sampaikan selebihnya terserah kalian. Aku tau kok, kalian akan tetap mengeluh setelah ini dan mungkin akan terus begitu sampa ujung hayat nanti. Mungkin ini bisa jadi pelajaran juga buatku untuk lebih mentoleransi segala hal yang terjadi di sosial media hari ini. Toleransi ada sebab banyak hal yang tak kita sukai terjadi tapi harus dimaklumi. Namun aku bukan Nabi yang punya toleransi tinggi dan inilah yang terjadi.
Karena Mengeluh Adalah Passion-ku! Karena Mengeluh Adalah Passion-ku! Reviewed by Rizali Rusydan on June 24, 2020 Rating: 5

2 comments:

  1. Saya justru ga masalah sama ini, ketimbang nyebar hoax atau jadi buzzer, ngeluh ga punya dampak buruk yg gede2 amat. Justru kita jadi tau kalau temen kita itu lagi butuh temen cerita.

    ReplyDelete
  2. opini yang bagus. iya sih, ngeluh memang enggak berdampak banyak memang yang paling brengsek buzzer dan hoax inilah.

    ReplyDelete

Powered by Blogger.