Komentar terbaru

Kalau Laper, Makan. Ngantuk, Tidur. Gabut, Cari Kegiatan. Bukan Nikah!


"Selamat ya atas pernikahannya. Semoga selalu diberi kemudahan hingga hari H"

Itu adalah kalimat yang belakangan sering kuucap. Kepada teman, saudara, maupun kenalan yang akan melangsukan pernikahan. Dua bulan ini udah tiga kali aku mengucapkan hal serupa. Sialan.

Belakangan menikah sedang menjadi tren. Apalagi di masa pandemi. Temanku sendiri udah empat orang yang menikah, ditambah abang, jadi lima. Belum lagi sanak saudara. Ya, total kurang lebih sembilan orang yang sudah menikah di masa pandemi dalam jangka waktu lima bulan belakangan. Instagram story, whatsapp story, penuh undangan pernikahan. Sebagai mahasiswa jahannam, aku hanya bisa menatap undangan tersebut dengan tatapan nanar. Kalau saja enggak pandemi, aku bisa makan rendang gratis. Sebab pandemilah aku jadi hanya bisa melihat semua itu dengan iri. Bajingan memang corona. 

Aku salut dengan orang yang menikah apalagi mereka yang nikah muda. Karena tiap kali liat orang menikah, aku selalu mikir, "Kok mereka berani ya menikah. Padahal masih muda." Meskipun banyak yang bilang kalau nikah itu bukan urusan berani. Berani enggak berani harus tetap dilakoni. Nikah itu bukan soal siap enggak siap. Siap enggak siap, kita harus siap.

Hal itu yang sampai saat ini masih belum aku terima. Bagiku, nikah itu butuh keberanian dan juga kesiapan. Nikah itu ibarat kapal dan kehidupan setelah pernikahan itu adalah lautan. Tujuan kapal ini jelas: mengarungi lautan hingga selamat sampai tujuan. Begitulah pernikahan. Tujuannya jelas: membangun keluarga, tapi kita enggak tau kapan 'membangun keluarga' ini berakhir. Pokoknya selama masa itu kita harus aman aja. Jangan sampai ada perpecahan. 

Pernikahan menuntut kita untuk sebisa mungkin bertahan dalam menghadapi berbagai macam persoalan. Menuntut kita untuk sebisa mungkin bertahan dari ganasnya dinamika kehidupan pernikahan. Jadi kalimat "Siap enggak siap, kau harus siap. Jalani aja dulu. Entar pas udah nikah juga tau" Itu tak berlaku dan enggak relevan. Kita menikah untuk selamanya, bukan cuma setahun, dua tahun. Jadi persiapannya juga harus matang.

Nikah itu enggak segampang, "Aduh, gabut nih. Nikah yuk!" atau "Bosan nih makan sendirian mulu. Keknya nikah seru." Gak, menikah enggak segampang itu.

Menikah itu butuh komitmen, kesiapan mental, pengetahuan, dan juga keuangan. Bagaimana mungkin lo menikah tanpa punya ini semua? Nikah itu enggak seperti game Harvest Moon yang kalau gagal bisa direstart ulang. 

Sebelum menikah, bekali lah dirimu dengan pengetahuan. Sama satu lagi yang juga enggak kalah penting: kenali dirimu terlebih dulu. Tahap mengenal diri ini seharusnya sudah dimulai sejak pertama kali pacaran. Sebelum memutuskan pacaran ataupun menikah, pastikan kalau lo udah beres dengan diri lo. Udah beres dari masa lalumu yang takutnya malah jadi pemicu retaknya hubunganmu. Pastikan juga kalau lo udah bisa mengatasi kesendrian lo. Karena ketika pacaran, apalagi menikah, kita enggak akan terus sama-sama. Jangan sampai kamu pacaran ataupun menikah hanya karena takut kesepian. Itu jahat. 

Itulah alasan kenapa aku sama sekali enggak kepikiran untuk menikah di usia muda.

Tapi hormat kepada orang-orang yang berani nikah muda. Serius, kalian hebat. Banyak orang yang ingin nikah muda tapi enggak semua berani melakukannya. Dengan menikah, lo berarti udah siap menerima segala konsekuensi. Lo udah siap ngorbanin waktu nongkrong lo, waktu main lo, bahkan privasi lo. Ibarat mendaki anak tangga, lo udah berhasil mendaki satu langkah ke atas.

Itu juga kalau pernikahannya berhasil. Banyak juga nikah muda yang berujung sengsara. 

Teruntuk cewek-cewek rahim anget yang tiap kali ngeliat cowok cakep, rahimnya suka jedag.. jedug. Yang tiap kali liat cowok cakep, suka teriak-teriak, "Nikahin adek bang." Halalin adek dong."  Yang punya impian nikah muda, pengen punya rumah tangga seperti Rey Mbayang, tapi kerjanya cuma joget tiktok sama komen nakal di postingan orang. Udah deh, kalian enggak usah norak komen-komen minta dihalalin. Gausah ikut-ikutan pengen nikah muda karena ngeliat idola kalian menikah. Ngurus diri sendiri aja masih belum becus, udah mau ngurus anak orang. Berhenti dulu mengkhayalnya.

Aku enggak pernah mempermasalahkan kalian yang mau nikah muda. Selama lo udah yakin dan siap, lakukan. Mau nikah muda, nikah tua, itu urusanmu. Cuman aku enggak suka kalau nikah muda itu dijadikan sebuah keharusan, digembar-gemborkan seakan-akan itu kewajiban. "Ayo nikah muda. Nikah muda itu lebih mulia, banyak pahala." Kalau urusan pahala, enggak usah pun nikah muda, nyapu halaman masjid juga dapat pahala. Banyak cara untuk meraih pahala bukan hanya dengan nikah muda.

Menikahlah ketika kau sudah mampu. Baik mampu secara finansial, mental, maupun pengetahuan. Jangan terburu-buru apalagi merasa diburu. Melihat anak tetangga nikah, kau pun jadi pengen ikutan nikah. Melihat temanmu nikah, sibuk kau berdoa di sosial media minta agar segera dinikahkan. Pada akhirnya, semua orang akan menikah.

Jadi teringat perkataannya Mbah Tejo soal pernikahan. "Menikah itu nasib, mencintai itu takdir. Kamu bisa berencana menikahi siapa, tapi tak dapat kau rencanakan cintamu untuk siapa." Ini jadi mengingatkanku pada perkataan beliau yang lainnya, "Banyak orang pacaran, seabrek orang menikah, tapi cuma segelintir yang sempat mengalami cinta."

Buat kamu yang sering merasa bosan, bingung, jangan nikah, tapi carilah pekerjaan. Hidup itu sederhana. Kalau lapar, makan. Ngantuk, tidur. Gabut, cari kerjaan. Bukannya nikah!

Kalau Laper, Makan. Ngantuk, Tidur. Gabut, Cari Kegiatan. Bukan Nikah! Kalau Laper, Makan. Ngantuk, Tidur. Gabut, Cari Kegiatan. Bukan Nikah! Reviewed by Rizali Rusydan on January 21, 2021 Rating: 5

2 comments:

Powered by Blogger.