Semalam,
aku baru ketemu kawan dan jalan-jalan seharian. Awalnya sih,
silaturahim ke rumah wali kelas tapi karena semalam malam minggu,
pulangnya kita jalan-jalan sekalian nobar.
Bisa
berkumpul bersama kawan sebelum semuanya sibuk kuliah adalah suatu
kebahagiaan buat aku. Kapanlagi coba kumpul-kumpul kayak gini. Kalau
udah kuliah udah susah paling juga setahun sekali dan kumpul kayak
gini bakalan menjadi hal yang mustahil karena mesti cocokin jadwal
masing-masing.
Tawa,
canda, ejekan, terdengar sahut-sahutan mengisi ruang tamu rumah wali
kelas. Suasana-nya sama seperti saat di kelas dulu. Wali kelasku
adalah guru matematika. Matematika adalah pelajaran yang aku benci.
Banyak kisah yang terjadi diantara kami berdua.
Setiap
kali dia ngajar dan nerangkan di papan tulis, aku selalu duduk di
bawah kolong meja sambil makan KFC. Semua angka dan teori yang dia
sampaikan membuat perutku lapar dan kadang juga aku dibuatnya sesak
berak tiap kali disuruh maju kedepan buat jawab soal.
Pulang
silaturahim dari rumah wali kelas, kami laki-lakinya langsung nyusun
rencana malamnya buat nobar. Kebetulan malam itu ada bigmatch
pertandingan antara munyuk vs barca. Setelah semuanya setuju dengan
lokasi nobar, kami semua berangkat.
Lokasi
nobar yang kami datangin adalah sebuah kafe. Menurutku, kafe ini
cukup gaul karena menyediakan tempat yang nyaman dan segala jenis
kartu buat dimainkan (sebenernya cuman dua jenis). Karena kami
semuanya mantan pejudi las vegas, kami memilih kartu DAM buat
dimainkan.
Walaupun
bigmatch, nobar kali ini membosankan dan melelahkan. Dari tadi siang
sampe sekarang pukul tiga pagi, kami semua belum ada yang tidur.
Pertandingan yang seharusnya seru jadi melelahkan. Apalagi waktu
ngeliat kalau Sani, Arief, dan Akbar tidur, malah makin membosankan.
Daripada jadi korban donor darah gratis nyamuk, aku mengajak pulang
mereka sebelum semuanya kehabisan darah.
Pertandingan
selesai pukul setengah lima pagi. Itu waktu yang cukup pagi buat anak
muda yang baru pulang jalan-jalan seharian. Pagi itu jalan raya masih
sepi, hanya ada kami 6 orang, yaitu: Aku, Sani, Arief, Akbar, Akram,
Fahri dan ibu-ibu yang mulai membuka tralis-tralis tokonya.
Pas
diperjalanan pulang ke rumah masing-masing, aku ngeliat seorang anak
muda yang sedang tidur menyender di pohon yang ada di atas trotoar.
Pakaiannya terlihat rapi seperti anak rumahan tidak terlihat seperti
para tunawisma. Mungkin dia kabur dari rumah atau memang dia gak suka
tinggal rumah dan memilih tinggal bebas di jalanan. Berkat dia, aku
jadi inget kalau aku dulu pernah ngelakuin hal yang sama dengan yang
dia lakukan sekarang.
Dalam
kehidupan, kita pasti pernah masuk ke dalam tahap masa pubertas. Masa
pubertas terjadi saat kita remaja. Dalam masa pubertas inilah terjadi
pembentukkan karakter dan jati diri setiap orang. Jika melewati masa
pubertas dengan salah, maka nyeleneh-lah masa remajanya. Jika,
melewati masa pubertasnya dengan baik, maka baik pula kehidupan masa
remaja.
Kebetulan
dulu aku melewati masa pubertas dengah salah dan parah. Yang paling
parah itu waktu masih SMP. Waktu itu, aku dan teman-temanku pernah
sama-sama pergi buat tinggal di jalanan.
Hidup
di dunia aja udah keras, apalagi hidup di dunia tapi tinggal di
jalanan gak kebayang gimana kerasnya. Mau makan mesti mutar otak
nyari duit darimana, mau minum gitu juga. Dibayanganku dulu, hidup
bebas dijalanan itu menyenangkan karena gak ada aturan yang mesti di
denger gak kayak tinggal sama keluarga. Yang ada di dalam pikiranku
saat puber itu hanyalah kebebasan... kebebasan dan kebebasan. Aku mau
hidup bebas tanpa aturan.
Sekarang
aku jadi sadar, betapa bodohnya aku yang dulu. Kenapa aku yang dulu
pernah pengen hidup dijalanan sedangkan aku tau hidup di jalanan itu
gak seenak hidup dalam lingkungan keluarga kayak sekarang.
Kebebasan
itu hanya hiburan semata yang manis diawal tapi pahit di akhir.
Awalnya aja ngerasa senang bisa hidup bebas, tapi lama-kelamaan bakal
bosen dan bakal ngerasa hampa seperti ada sesuatu ruang kosong di
dalam hati. Ruangan itu adalah ruangan yang seharusnya diisi dengan
cinta. Tanpa cinta dari keluarga kita bukanlah siapa-siapa.
Tanpa
kasih cinta dari keluarga kita gak bakalan pernah ada. Berkat cinta
dari bapak dan mamak sekarang kita bisa ada di bumi.
Jadi,
buat kalian yang pengen ngerasa bebas dan pengen hidup di jalanan
ketimbang di keluarga, mending mikir-mikir dulu deh. Hidup bebas
dijalanan itu gak seindah seperti yang kalian pikirkan.
Aku
nulis gini karena aku benar-benar udah ngerasain gimana rasanya hidup
di jalanan. Hidup dengan penuh kebebasan tanpa cinta dari keluarga
itu ibarat dibunuh secara perlahan.
Gara-gara
melihat anak muda itu, sepanjang perjalanan pulang aku hanya melamun
sambil berpikir, kenapa masih ada orang yang menyia-nyiakan kasih
sayang dan cinta keluarga?
Jalan-jalan
hari itu aku tutup dengan memacu kendaraan sambil menoleh ke kanan
melihat ke sebuah bangunan yang luas yang gak asing lagi bagiku.
Bangunan itu bangunan yang menjadi tempatku mencari ilmu dan
mendapatkan keluarga baru pengganti keluarga asliku saat aku masih di
masa putih abu-abu. Sungguh, aku rindu dengan masa-masa itu.
Hidup Dalam Lingkungan Keluarga Merupakan Sebuah Kebahagiaan
Reviewed by Rizali Rusydan
on
July 26, 2015
Rating:
Bener sih, lebih baik kita tinggal dalam lingkungan keluarga, lebih banyak cinta dan kasih sayang...
ReplyDeleteYah... kira-kira begitulah men
Deleteiya sih kalo ada rumah ya mendong tidur d rumah, cuma sesekali bisa juga tidur di jalanan biat ngerasain aja, tp jangan d jadikan utin
ReplyDeletenah, ini betul!
Deletebiasanya kita akan mensyukuri sesuatu ketika kehilangan. Tulisan yang inspiratif gan, bisa memberikan penyadar untuk selalu bersyukur dan melihat sudut pandang kehidupan dari sisi yang lain.
ReplyDeleteBener juga, kita akan merasa kehilangan setelah semua nikant dicabut
DeleteEhm, paragraf mau khir-akhir bijak amet. DUlu juga akupun ngerasa, kok w suka dikekang tiap malem minggu nggak boleh keluar. Nggak betahan lah di rumah. Sampai sekarang juga kadang aku juga begitu.
ReplyDeletePostingan kamu buat kamu sendiri mungkin ya, tapi aku juga serasa jadi ikut introspeksi diri. Kapan lagi kita bisa menikmati indahnya punya keluarga, kalo kitanya ingin bebas. Semua hal punya kenikmatan tersendiri. Makasih postingannya!
Sama-sama mbak!
DeleteAku bijak, ya? hmmm.... jangan-jangan aku cucunya om mario teguh