“Barangsiapa yang menanam, maka dia akan memetik”
Bagi yang pernah sekolah di
madrasah atau pesantren pasti tau kalimat apa itu. Itu merupakan kalimat
mahfudzat—sejenis pelajaran yang mempelajari tentang pepatah-pepatah arab. Bagi
anak pesantren atau madrasah yang gak tau pelajaran ini, mungkin saat itu
kalian bolos buat makan bakwan di kantin.
6 tahun lalu, sewaktu gue masih
Mts kelas satu, setiap masuk pelajaran
mahfudzat, pasti ustadz yang mengajar bakal keliling-keliling meja santri
sambil meneriakkan pepatah-pepatah tersebut. Biasanya juga si ustadz
berkeliling meja santri sambil memegang penggaris kayu yang diayun-ayunkannya
untuk menakut-nakuti kami.
Jadi, kalau ustadz berteriak “Man Jadda Wajada”
Otomatis kami juga ikut berteriak
“Man Jadda Wajada !!!”
Setelah beberapa menit menyuruh
kami berteriak, biasanya ustadz tersebut kembali duduk lalu menyuruh kami maju
satu-persatu datang ke mejanya untuk menghafalkan kalimat itu kembali.
Kalau udah gini, banyak santri
yang salah tingkah tiap kali denger namanya dipanggil. Ada yang pura-pura
sakit, pura-pura mati, adapula yang langsung keluar kelas buat nyembelih
kambing aqiqah biar bisa sekalian ganti nama.
Untung aja waktu itu ada gue.
Dari sekian banyak santri di kelasku waktu itu, guelah satu-satunya santri yang
dapat diandalkan dalam masalah hafal-menghafal. Jadi, tiap ada yang disuruh
maju, gue selalu jadi pilihan nomor satu mereka untuk maju duluan. Bisa dibilang
waktu itu guelah penyelamat mereka.
Waktu itu gue belum tau apa pentingnya
belajar pepatah bangsa arab, toh pepatah bangsa indonesia sendiri masih banyak
yang belum gue ketahui artinya seperti “sambil menyelam minum air”, udah nyelam,
minum air lagi, kurang kerjaan kali tuh orang.
Bener kalau ada yang pernah
bilang Learning by process.
Waktu Madrasah gue gak tau apa
maksud kalimat “Barangsiapa yang menanam maka dia akan memetik” Sekarang,
setelah 6 tahun waktu berlalu, gue baru tau apa maksud kalimat tersebut.
Jadi kalimat “Barangsiapa yang
menanam maka dia akan memetik” itu maksudnya, bagi siapapun yang menanam, pasti
suatu saat dia bakal memetik apapun yang dia tanam. Misal: Menanam padi atau
menanam ilmu.
Seorang petani menanam padi.
Setelah 6 bulan kemudian pasti dia bakal memanem dan memetik padi yang dia
tanam. Begitu juga dengan menanam ilmu.
Dulu sewaktu SMA gue belum tau
apa maksud seorang guru mengajarkan ilmu matematika tentang integral, turunan,
ataupun pertidaksamaan, padahal setelah tamat SMA gue mau kuliah ngambil
jurusan ilmu peternakan. Dan dalam kehidupan nyata, integral, pertidaksamaan
atau apapun itu, enggak dibutuhkan sama sekali yang dibutuhkan hanya
tambah-kurang, kali-bagi dan sama dengan.
Tapi takdir berkata lain. Gue
yang dulunya pengen kuliah ngambil jurusan peternakan sekarang malah terdampar
masuk ke jurusan teknik. Semua pelajarang SMA yang pernah gue anggap gak
penting malah jadi penting banget. Integral, pertidaksamaan, turunan, di
jurusan teknik itu semua dipelajarin.
Sekarang gue tau apa maksud guru
gue dulu ngajarin gue integral. Tapi sayang, gue sadarnya telat. Sekarang gue
udah ada dibangku kuliah dan kalau udah kuliah gak bisa lagi balik ke bangku
SMA.
Gue nyesel banget, sewaktu SMA
ketika guru lagi nerangin pelajaran matematika yang gue lakuin bukannya
mendengarkan, gue malah makan choki-choki
atau bakwan di bawah kolong meja. Secara gak langsung sewaktu SMA dulu gue
menanam bibit kebodohan di pelajaran matematika.
Setelah begitu terus selama dua
tahun, sekaranglah—waktu kuliah inilah gue memanen dan memetik bibit-bibit
kebodohan tersebut.
Hasilnya, saat ini gue sama
sekali gak ngerti mata kuliah matematika dasar. Padahal itu hanya pelajaran
matematika dasar, tapi kayaknya kebodohan gue lebih mendasar ketimbang
pelajaran matematika dasar.
Ini seperti pepatah arab yang gue
sebutkan tadi “Barangsiapa yang menanam
maka dia akan memetik”. Karena selama SMA gue menanam kebodohan, sekarang
hasilnya gue memanen kebodohan tersebut.
Berhubung saat ini gue udah jadi
anak teknik dan gak adalagi jalan untuk kembali, gue gak bisa ngebiarin
kebodohan di mata kuliah matematika dasar terus-menerus terjadi karena setahu
gue pelajaran matematika dasar itu penting bagi anak teknik.
Jika teman gue yang lain hanya
perlu mengulang dan mengingat materi kembali, gue harus mulai dari nol lagi. Gue
harus berusaha 4x lipat lebih keras ketimbang yang lain. Meskipun UTS nilai gue
hanya satu digit, sekalipun tak terlintas di benak gue kata-kata menyerah
apalagi untuk keluar pindah jurusan. Bagi gue teknik ini udah mendarah daging
jadi kalau gue menyerah sama aja gue udah nyia-nyiain darah daging gue sendiri.
Gue pun giat mencari teman
belajar untuk dijadikan guru pelajaran matematika.
Gue mencari dan terus mencari
teman yang cocok buat dijadikan partner belajar. Akhirnya gue ketemu tiga sosok
yang bisa dibilang jenius dalam hal matematika. Mereka itu adalah: Rizki,
Jepri, dan Wildan.
Merekalah ketiga sosok yang
setiap belajar matematika macam gak ada kejadian apa-apa, tenang, nyaman, malah
have fun berbeda dengan apa yang selama ini gue rasain. Kalau gue selama ini
ngerasain sesak berak, mual-mual mau muntah tiap kali liat rumus turunan dan
integral.
Setiap kali gue belajar
matematika dengan mereka gue ngerasa kalau ada perbedaan yang besar antara gue
dan mereka. Gue ngerasa kalau gue itu jauh ketinggalan dari mereka. Mungkin ini
gak bakal terjadi jika gue dulu belajar matematika bukan malah menanam
kebodohan di matematika.
Seandainya waktu bisa diputar
kembali, pengen gue rasanya terbang menjelajahi masa lalu dengan mesin waktu
Doraemon.
Gue pengen kembali ke masa-masa
SMA gue dulu. Gue pengen berbenah ilmu kembali demi persiapan nanti di bangku
perkuliahan.
Jadi, untuk kalian/adek-adek SMA
yang masih menyia-nyiakan waktu belajarnya buat main-main, mending taubat dan
belajarlah yang giat. Jangan sampe ngerasain apa yang sekarang gue rasa. Cukup
gue yang kena dampak buruk akibat gak belajar, jangan sampai kalian kena juga.
Ambillah hikmah dari apa yang gue tulis saat ini. Toh, pelajaran yang kalian
anggap gak penting dan gak enak saat ini bakalan jadi penting selama kuliah.
Percayalah.
Dan yang penting dan yang harus
diingat, apapun yang pernah kita kerjakan saat ini, entah itu berguna atau
tidak dampaknya akan kerasa nanti di masa depan. Sekarang tergantung kita mau
milih yang mana, its your choice!
*NB: Saat
ini gue masih belajar matematika dasar meski harus berjuang keras sampai
bermandikan darah dan bernanah-nanah.
Mesin Waktu Doraemon
Reviewed by Rizali Rusydan
on
November 24, 2015
Rating:
gue lebih parah kayaknya. kuliah modal otak nekat pas pasan. ketinggalan mulu sama temen-temen lain. tapi alhamdulillah sekarang sidang skripsi tinggal mengitung hari nih. moga bisa ngelewati dengan mulus.
ReplyDeletedo your best bro!
Seperti kata pepatah "penyesalan itu selalu diakhir, kalau diawal namanya pendaftaran" semoga sukses dalam menjalani hidupnya :)
ReplyDeleteHahaha. Padahal Matematika adalah pelajaran favorit gue. Hemm. Biarpun sempet lupa, pas kuliah lagi, ilmu di SMA kembali segar lagi. Semoga lancar y pas berjuangnya...
ReplyDelete^^^ Wah, anti mainstream nih orang
DeleteMau dong mesin waktunya
ReplyDeletesini, mana uangnya? :p
DeleteMau dong mesin waktunya
ReplyDeleteSama gan, dulu waktu SMA getol banget belajar masalah IPA karena pengen ngambil jurusan teknik, eh pas kuliah nyasar ke akuntansi #hadeeeh..
ReplyDeletewuahahaha itu mah parah bet nyasarnya hahaha
Deletekeren gan andai aja ada kunbal juga http://zamtaki.blogspot.com
ReplyDeleteMau mesin waktu? Mau kembali ke masa lalu? Beli aja di Tokopedia.
ReplyDeleteHahaha... Penyesalan memang selalu dibelakang bro.