Beberapa waktu yang lalu, aku sempat berpikir, bagaimana seandainya
Adam tak dibuang dari surga? Apakah kita hidup di dalam surga sebagai
keturunannya, atau malah sebaliknya, justru manusia tidak akan pernah ada
karena cikal-bakal manusia itu sendiri hidup bahagia menetap di surga. Ah, ini
hanya pemikiran anehku saja. Tapi jujur, ini membuatku kepikiran, kadang.
Kalau saja waktu itu Adam tidak tergoda memakan “buah” yang dilarang
Tuhan, mungkin takdir bakal berbeda. Karena terlanjur dimakan, diturunkanlah ia
dari surga dan ya, begitulah, terciptalah peradaban dan kehidupan di bumi
seperti yang bisa kita rasakan sekarang.
Adam—yang dianggap sebagai nenek moyang manusia, setidaknya
menurunkan kita beberapa sifat sedari awal, yaitu: keingintahuan dan keinginan.
Yang keduanya dapat kau lihat sebagai ciri khas dari seorang manusia dari dulu hingga
sekarang. Rasa ingin tahu yang besar dan keinginan yang besar.
Setiap ingin melakukan sesuatu setidaknya kita didorong oleh kedua
sifat tersebut. Ambil contoh seorang Tukang Kayu. Ketika melihat pohon Jati di
hutan apa yang akan timbul di benaknya? Seberapa
tinggi pohon ini? Bisa menghasilkan berapa potongan balok kalau kutebang?
Berapa banyak uang yang akan kudapat? Aku pasti akan dapat banyak uang! Oke,
aku tebang sajalah. Setidaknya seperti itu.
Sama seperti si Tukang Kayu dan Adam, kita juga begitu. Seandainya
Adam tidak ingin tahu dan tidak memiliki keinginan untuk memakan buah terlarang
tersebut, mungkin takdir kan berbeda. Jika Tukang Kayu tidak ingin tahu
seberapa banyak potongan balok dan uang yang bisa ia hasilkan dari menebang
pohon jati yang dilihatnya, tentu saja ia tidak akan mendapatkan uang dan
dianggap gagal dalam membangun sebuah peradaban. Manusia, jika di dalam dirinya
tidak ada rasa ingin tahu dan keinginan akan sesuatu, mungkin peradaban yang
seperti sekarang ini tidak akan tercipta.
Namun ada beberapa hal yang diciptakan yang memang hanya bisa kau
rasakan, kau lihat, kau kagumi, namun tak dapat kau miliki. Meskipun rasa ingin
tahumu begitu besar tentangnya dan nafsu memilikimu juga sama, tetap saja, kau
belum tentu bisa memilikinya. Contohnya: Cinta.
Ini hanyalah keluhan pribadiku saja ketika melihat sesuatu yang
menurutku “indah” tapi tak dapat kumiliki (setidaknya untuk saat ini). Seperti:
mobil, rumah mewah di kawasan real estate,
wanita-wanita cantik, khususnya wanita cantik.
Aku sedang tidak berbohong saat mengatakan bahwa aku dulu merupakan
seorang fans fanatik JKT48. Itu salah satu masa tersuram dalam hidup. Rasanya
ingin kuhapus ingatanku pada masa-masa itu.
Hanya dengan mendengarkan lagu-lagu mereka dan menonton konsernya
secara live tiap satu tahun sekali, aku merasa sudah sangat terikat dengan para
personil, terlebih lagi personil yang kusuka. Rena Ozawa, namanya. Aku merasa
begitu dekat dengannya tiap kali mendengarkan lagu-lagu yang ia nyanyikan,
sampai-sampai aku kepikiran untuk menikahinya suatu hari. Sebuah delusi yang
keterlaluan dan menjijikkan, pastinya. Bekerja di perusahaan besar, liburan ke
jepang, mendatangi alamat rumahnya di Jepang, dan mengatakan kepada ayahnya
bahwa aku ingin menikahi putrinya. Terasa seperti kisah cinta klimaks pada dongeng-dongeng
bukan? Aku pernah sampai di titik yang sebodoh itu. Aku sedang tidak berbohong mengatakan
hal ini, serius.
Namun kali ini berbeda. Wanita yang mampu membuatku benar-benar
kagum kali ini adalah Jisoo. Jisoo, salah satu personil Girl Band Korea “Black
Pink”, yang semua personilnya cantik, hanya saja, menurutku Jisoo lah yang
paling berbeda. Selain tidak terlalu populer dibanding member lainnya, dia hobi
membaca, itulah yang membuatku tertarik. Apalagi ketika tau kalau buku favorit
kami sama: Norwegian Wood karyanya Haruki Murakami. Pas lah, gayung
bersambut tangan, pikirku.
Namun aku tidak senaif dulu yang berpikiran bahwa harus memiliki
yang aku kagumi. Bersamaan dengan berlalunya waktu, kini aku mampu menerima
kenyataan dan belajar bahwa tidak segala hal bisa dimiliki karena lebih pantas
dikagumi. Justru nilai tambahnya terletak pada fakta bahwa hal tersebut hanya
bisa dikagumi ketimbang dimiliki. Jika nanti fakta tersebut berubah, dari yang
sebelumnya hanya bisa dikagumi menjadi bisa dimiliki, yang tersisa: hambar.
Ketidakmampuan akan memilikinya justru itulah yang menjadi seninya! Dan hal
tersebut berlaku kepada: Jisoo.
Seandainya Adam saat itu hanya menganggumi buah terlarang tersebut
bukan memakannya, sedang manusia mampu menahan nafsu ingin tahunya, tentu itu
tak baik, tak akan ada peradaban pastinya. Semuanya harus seimbang antara nafsu
dan kemauan. Untuk itulah Tuhan menciptakan akal pikiran serta hati.
Manusia akan selalu bosan karena selain dosa, manusia juga wadah
sempurna dari rasa bosan. Banyak mau: ingin ini-itu. Padahal suatu waktu juga
akan bosan. Untuk itulah kita harus mampu menahan/mengerem diri.
Jika suatu hari kau merasa memiliki obsesi yang berlebih, langkah
terbaik yang bisa kau lakukan adalah bijak dan sadar bahwa segala hal tak bisa
dimiliki. Kau harus percaya pada hal tersebut. Milikilah kendali atas diri dan
perasaanmu. Manusia tempatnya bosan, setelah semuanya berhasil menjadi milikmu,
suatu waktu bosan kan datang. Untuk itu, kenalilah dirimu, kendalikan nafsumu,
dan berbahagialah! Tidak ada hal yang bisa dibandingkan kebahagiannya ketika kita
dapat mengatur dan menjinakkan hewan buas dalam diri yang aku sebut sebagai: “nafsu”.
Tidak segala hal bisa dimiliki karena bisa jadi itu lebih pantas dikagumi.
#CeramahSesat: Lebih Pantas Dikagumi Ketimbang Dimiliki
Reviewed by Rizali Rusydan
on
June 01, 2019
Rating:
No comments: