Komentar terbaru

Jakarta

Jakarta, ibu kota Indonesia, tempat dimana segala permasalahan bermula. Banyak yang hidup dan bergantung kepadanya. Mencari kehidupan, bertaruh nasib, demi membangun sebuah peradaban. Namun sebaliknya, Jakarta cenderung lebih sering mengecewakan. Hal-hal buruk sering terjadi di Jakarta.

Jakarta, tempat dimana semua benang takdir yang kusut-terikat satu sama lainnya hingga menyatu, menjadi suatu simpul dan kesatuan. Dimana yang di dalamnya hidup keinginan jutaan orang, dan merupakan tempat tempat terbaik untuk menghancurkan mimpi, hingga nantinya kau merasa gagal, merasa seperti pecundang, lalu kembali pulang ke kampung halaman dengan tangan hampa.

Aku selalu memiliki kesan buruk bila tiap kali memikirkan kata "Jakarta". Seminggu, sebulan, pengalaman tinggal disana adalah salah satu pengalaman yang paling mengerikan yang pernah kurasa. Macet, pengap, bisingnya suara kendaraan, bercampur jadi satu. Belum lagi orang yang sibuk berlalu lalang, yang menundukkan kepala pada layar handphone-nya, yang hanya sibuk memikirkan diri sendiri, persetan dengan orang lainnya, ini hidupku antara aku dan layar handphone-ku, orang lain mana aku harus tau, membuatku benar-benar jengkel. Diantara bisingnya kota, Jakarta juga kota bisu yang dihuni oleh orang-orang bisu yang sibuk dengan dunianya. Seperti itulah aku melihat Jakarta.

Namun tak seperti biasanya, malam ini aku justru terharu melihat kerasnya kota Jakarta. Meskipun Jakarta adalah kota yang yang cukup keras untuk menghancurkan segala impian dan mimpi seseorang, orang yang hidup di dalamnya ternyata tak selalu buruk, ada juga yang mampu buatku terharu. Aku melihat sosok itu pada seorang driver angkutan umum berbasis online.

**
Malam itu selesai makan, Aku dan Robby, bermaksud pulang kembali ke rumah. Terlalu banyak varian makanan yang dijual hingga aku bingung mau makan yang mana. Itu adalah salah satu kutukan dari banyaknya pilihan. Semakin banyak pilihan, semakin bingung. Sedang semakin sedikit pilihan, semakin mudah dan sederhana. Kami pun memutuskan makan di sebuah gerai yang menjual menu ayam geprek.

Sehabis makan, sambil mengobrol di sepanjang jalan, mungkin 200 meter sebelum tiba di rumahnya Robby, seorang bapak tiba-tiba memanggil dan menyentuh pundakku. Aku kaget dan langsung menoleh ke arahnya.

"Maaf mas, ganggu. Masnya ada aplikasi ojek online, enggak?"

"Iya gapapa," jawabku. "Ada, kenapa ya?"

"Jadi tadi saya niatnya menjemput pelanggan, tapi pas tiba di lokasi, orderannya malah dibatalkan."

"Oh.. terus?"

"Masnya mau enggak mesen atau make jasa saya? Sekalian saya juga mau pulang," ucapnya.

"Rumah saya deket sini Pak, bentar lagi nyampe."

"Hmm.. gitu ya. Kalau enggak, gini aja mas. Saya minta tolong coba masnya pesan jasa antar barang. Tujuannya dari sini ke Stasiun Pasar Senen."

"Tapi kan saya lagi enggak mau nganter barang?"

"Saya minta tolong banget mas. Tanggung satu lagi soalnya sekalian pulang juga."

"Yaudah."

Setelah mengatur denah lokasi tujuan dimana barang akan diantar dan mengatur nama penerima, "Udah saya pesan Pak sesuai tujuan"

"Terima kasih banyak ya, Mas." Ucap si bapak sambil menyalami tanganku dengan beberapa lembar uang. "Ini untuk uang rokok mas." ucapnya. " Maaf jumlahnya enggak banyak."

"Gausah Pak, untuk bapak aja. Simpan aja uangnya."

"Jangan gitu dong, Mas."

"Iya, seriusan untuk Bapak aja."

"Makasih banyak ya mas. Saya terbantu sekali. Sekali lagi terima kasih. Semoga murah rezeki." Sambil menjabat tanganku lalu akhirnya pergi.

Setelah itu aku kembali berjalan menuju tempat dimana Robby menungguku sedari tadi. Apa yang dilakukan oleh si Bapak bukanlah hal baru bagiku. Namun timbul banyak pertanyaan yang muncul di kepalaku sekarang. Kenapa dia bisa terlihat begitu bahagia? Dan kenapa harus berterima kasih sampai segitunya?

**
Setiap perjalanan memiliki artinya sendiri bagiku. Kemanapun aku pergi, itu akan meninggalkan bekas baru.

Jakarta, yang sebelumnya hanya terpikirkan hal-hal buruknya di kepalaku, mulai merubah sedikit merubah cara pandangku tentangnya. Setidaknya Jakarta tidak terlalu kejam, citranya saja yang buruk.

Tak lama, mungkin 10 menit setelah kejadian tersebut, sebuah pesan singkat whatsapp masuk. Isinya, "Terima kasih ya mas soal yang tadi. Ini nomor saya." Pesan tersebut kubalas dengan singkat, "Iya Pak, sama-sama."

Menurutku, yang kulakukan sebelumnya hanyalah hal sederhana dan itu bukanlah suatu hal yang heroik yang biasanya super hero lakukan. Bukan seperti Bat Man yang menyelamatkan seisi kota, hanya se-simple: manusia biasa yang memberi pertolongan melalui aplikasi transportasi online. Namun dari ekspressi wajah dan intonasi yang bapak tersebut tunjukkan, itulah yang membuatku bingung tak karuan. Aku menarik satu kesimpulan: di Jakarta gampang kalau mau cari uang, gampang juga kalau ingin menolong orang. Begitulah.

Jakarta Jakarta Reviewed by Rizali Rusydan on June 29, 2019 Rating: 5

No comments:

Powered by Blogger.