Komentar terbaru

Bermalas-malasan di Jogja


Setelah melalui pergulatan emosi yang sulit, besoknya aku putuskan untuk pergi ke Yogyakarta. Sudah hampir setahun lebih tidak kesana. Rindu akan suasana kota, meskipun kini ramai seperti diperkosa para pemilik kendaraan.

Yogyakarta. Dari balik kaca jendela kereta kulihat kalau Jogja masih terlihat sama seperti tahun sebelumnya. Indonesia sungguh beruntung memiliki satu kota yang istimewa seperti Jogja. Di antara hiruk-pikuk kehidupan kota, di mana aspal berebut menguasai lahan, orang-orang yang berjalan nunduk sambil berdesakan seperti sedang dikejar-kejar setan padahal hanya sedang mengejar kereta agar tak ketinggalan. Di tengah-tengah kehidupan kota yang kian hari kian dimodernisasi, Yogyakarta hadir sebagai pembeda. Memberikan warna khasnya. Sebuah bukti bahwa modernisasi bisa berjalan seiringan dengan kebudayaan meskipun sedikit-banyak nantinya budaya juga akan terkikis olehnya.

Namun tak usah dipikirkan bagaimana kacaunya arus lalu lintas di kota ini. Macet di sana-sini sudah lazim terjadi. Sebagai kota pelajar yang tiap tahunnya kedatangan siswa dari segala penjuru Indonesia, sudah sewajarnya kemacetan timbul dan terjadi di mana-mana karenanya. Semua orang pasti kesal kalau melihat jalanan macet apalagi di Joga. Aku pun begitu.

Saat itulah kulihat temanku sudah berdiri di samping motornya yang diparkir di depan Stasiun Lempuyangan. Aku bersiap melangkah menuju ke arahnya lalu segera menyalaminya. Saling bertanya kabar, bertukar satu-dua cerita singkat, lalu segera segera berangkat menuju kosannya.

"Ada urusan apa di Jogja?" tanyanya

"Gak ada. Pengen main aja."

"Wih, banyak duit," katanya menimpali.

Aku menetap di Jogja selama 10 hari. Tidak seperti pelancong pada umumnya yang menyiapkan daftar tempat tujuan yang harus disinggahi tiap singgah ke kota wisata, aku tak melakukan hal tersebut. Bagiku, apa yang dijumpai di jalan lebih menarik ketimbang menyinggahi tempat-tempat yang sudah kita tentukan. Tak tertebak merupakan daya tarik tersendiri selama perjalanan. Ada saja kejutan yang nantinya diperlihatkannya, biasanya. Maka dari itu biarlah waktu dan langkah yang menuntunku pergi entah kemana.

Namun hari demi hari kuhabiskan waktu dengan hanya berleha-leha di kamar. Tidur, baca buku, makan, terus seperti itu. Di dalam kamar berukuran 3x3 meter, semua hal terasa sempit. Tidak ada yang menarik di kamar ini. Paling hanya beberapa instrumen seperti sebuah keyboard, gitar, hanya dua benda tersebutlah yang bisa dikatakan sebagai hiburan dan benda berharga di kamar tersebut, setidaknya bagi temanku. Bagiku, kedua benda tersebut sama tidak ada artinya dengan benda-benda lain yang ada di kamar. Sebut saja sebuah jendela tua yang seperti tak sengaja ditempel di dinding, di sebelah pintu. Jendela cokelat tua yang sudah bertahun-tahun kehilangan haknya untuk dibuka. Selalu dibiarkan tertutup. Entah masih layak atau tidak kayu dengan kaca dan penahan di bawahnya itu disebut sebagai jendela.

Tak terasa sudah lima hari berlalu. Tak kusangka waktu begitu cepat berlalu bagi orang malas sepertiku. Mungkin karena miris melihat kondisiku saat itu, temanku berkali-kali mengajakku untuk main, berjalan-jalan mengelilingi Jogja biar gak bosan, katanya.

"Mau keliling kemana kita?" tanyaku.

"Keliling-keliling ajalah. Masa' liburan cuma mau numpang pindah tidur aja."

Saat itu, tiba-tiba sebuah pesan instagram masuk ke handphoneku. Kubuka pesan tersebut, lalu kubaca. Ternyata itu adalah pesan dari sepupuku yang ngajak ketemuan. Beberapa hari sebelumnya, aku memang mengirimkannya pesan untuk ketemuan sekaligus aku ingin melihat bagaimana kondisinya. Maklum, ini tahun pertamanya pisah dari orang tua. Dia memilih untuk melanjutkan SMA di Jogja dan pergi jauh meninggalkan kampung halaman. Selayaknya abang, aku harus memastikan kondisinya baik-baik saja.

"Jadi mau kemana kita?" tanya temanku lagi.

Kujawab, "Hari ini aku mau pergi tempat sepepuku dulu."

"Yaudah kabarin kalau entar jadi pergi ke tempat sepupumu. Biar kuanterin."

Tak lama setelah itu, Aku beserta temanku tersebut berangkat menuju ke tempat sepupuku.


Cerita berlanjut...
Bermalas-malasan di Jogja Bermalas-malasan di Jogja Reviewed by Rizali Rusydan on February 15, 2020 Rating: 5

No comments:

Powered by Blogger.