Peraturan di rumahku sederhana: anak laki-laki mesti sholat di masjid. Tak peduli petir, hujan badai, selama kelaminmu masih menggantung seperti belalai gajah, tidak buta, maka tidak ada kata tapi. Pokoknya laki-laki harus sholat di masjid! Kecuali sakit atau kiamat. Kedua hal tersebut pengecualian. Apalagi yang terakhir.
**
Aku tidak cukup percaya diri untuk menyebut keluargaku adalah keluarga yang religius. Aku memiliki masalah dengan kata "religius". Tiap kali mendengar kata tersebut, yang muncul di kepalaku adalah sebuah perkumpulan ataupun sekte. Di mana sekumpulan orang memuja kepercayaannya secara berlebihan bahkan tak segan untuk melukai atau membunuh orang lain demi melindungi kepercayaan tersebut. Entah karena terlalu sering menonton atau membaca mengenai sekte-sekte sesat, kata religius ikut tercemar di kepalaku.
Keluargaku untungnya tidak begitu. Meskipun Ayahku selalu sholat di masjid, sedangkan ibu tiap seminggu dua kali ikut pengajian, untungnya hal tersebut tidak membuat mereka dipanggil dengan sebutan Pak Ustadz maupun Bu Ustadzah. Julukan itu bisa jadi beban. Apalagi mengingat tingkahku yang semena-mena, yang 11-12 sama setan. Untunglah kami belum sampai di tahap itu. Keluarga yang disebut orang-orang sebagai keluarga yang religius.
Namun selayaknya keluarga pada umumnya, yang memiliki peraturan dan budayanya sendiri, di keluargaku peraturannya sederhana: jika kamu anak laki-laki, maka sholatlah di masjid. Terutama subuh.
Sejak kecil, Aku dan Abangku dididik dan dibiasakan untuk sholat di masjid. Khususnya sholat subuh. Mulai dari dituntun sampai digendong dipundak. Hal tersebut berlanjut sampai sekarang kami dewasa. Ayahku percaya bahwa untuk membiasakan kebaikan pada awalnya memang harus dipaksa. Menurutnya lebih baik dipaksa masuk surga ketimbang sukarela masuk neraka. Kalau dulu sewaktu kecil pergi ke masjid karena terpaksa dan takut dimarah, ketika dewasa itu menjadi sebuah keharusan yang melibatkan kebebasan dan keikhlasan. Karena ada unsur kebebasan di dalamnya, justru itu malah membuatku jadi sering bablas. Ketiduran karena kelelahan malamnya begadang atau memang karena sengaja enggak bangun ketika mendengar azan berkumandang. Sebelumnya kan sudah kusinggung kalau sifatku 11-12 sama setan. Jadi kalian jangan heran.
Awalnya jarang-jarang, eh lama-lama malah keseringan. Yang tadinya seminggu 5-6 kali sholat subuh di masjid, belakangan hanya menjadi dua sampai tiga kali. Hal itu pun menimbulkan kemarahan dan protes dari Emak. Awalnya, aku masih dibiarkan. Ketika udah mulai keseringan, mulailah tuh terjadi yang namanya pemboikotan. Mulai dari sengaja didiamkan, tidak dibuatkan sarapan, sampai yang terakhir adalah surat peringatan yang ditulis ayahku kepadaku. Isinya singkat padat dan jelas.
"Anak laki-laki di rumah ini wajib sholat berjamaan di masjid. Terutama subuh. Habis itu bantu Mamak beres-beres rumah. Kalau enggak dilakukan ataupun enggak mau, silahkan angkat kaki di rumahku. Kau bukan lagi anakku."
Perihal tidak sholat subuh, kau bisa diusir dari rumah, bahkan terancam namamu di hapus dari kartu keluarga. Jujur aja, terkadang aku ngerasa seperti anggota DPR selama hidup di rumah. Di mana tiap kali berbuat salah akan langsung mendapat surat kecaman. Syukur masih surat kecaman, bukan aksi protes masa. Takutnya, karena udah terlalu muak melihatku tidak sholat berjamaan, orangtuaku nekat melakukan aksi protes masa dengan menghadirkan warga pengajian sekitar rumah beserta ustadz untuk menggerebek sekaligus meruqyahku secara masal. Bukannya tobat, takutnya habis aku malah dibakar masa karena dikira melakukan perzinahan.
Begitulah orangtuaku. Mereka memegang teguh prinsip tersebut. Laki-laki, selama dia sehat, tidak sakit, buta, dan waktu itu belum kiamat, hukumnya wajib untuk sholat di masjid.
**
Didiami, tidak dibuatkan sarapan, mendapat surat kecaman, itu masih tahap awal. Ada lagi tahap selanjutnya. Ya, direpetin. Ini tahap paling mengerikan dari kemarahan Emak ketika melihat anaknya tidak berangkat sholat subuh di masjid.
Bukan sembarang repetan, Emak paling jago kalau soal merepet. Bahkan sangking jagonya, kalau ada kontes merepet se-Indonesia, aku yakin Emak masuk tiga besar. Kalau udah merepet, artikulasinya jelas, kata-katanya nyelekit, alur repetannya sepanjang kilas balik Naruto. Panas kuping, kesal hati dibuatnya. Ditambah gedeg karena hanya bisa diam mendengarkan tanpa bisa membantah.
Sekali kau memulai hari dengan tidak sholat subuh berjamaah di masjid, kau akan menyesal, dan bersiaplah untuk menerima penghakiman. Gak sholat subuh di masjid itu ibarat melakukan kejahatan terbesar di rumahku. Kalau diibaratkan narapidana, kau adalah seorang serial killer. Imbang-imbang Jack The Ripper lah. Selama direpeti, aku hanya bisa diam layaknya seorang penjahat yang sedang disidang di pengadilan. Emak ibarat hakim yang menjatuhkan hukuman. Sedangkan ayahku hanya diam melihatiku di pojokan seolah-olah saksi ahli.
Selain tidak dibuatkan sarapan, tidak diberikan pelayanan, tidak ada semuanya. Kunci motormu disita, barang-barang kesukaaanmu juga, remot tv juga ikut disembunyikan. Pokoknya Emak merancang gimana caranya saat itu rumah tidak nyaman untuk kau tinggali.
Tapi Emak itu adil. Seandainya kau sholat shubuh di masjid, kau akan mendapatkan yang sebaliknya. Apa yang kau mau akan dibuatnya pagi itu. Nasi goreng? Sosis? Nugget? Apapun yang ada di dalam kulkas akan dibuatkannya spesial untukmu. Bak raja, makanan, pelayanan, barang-barang kesukaan, semuanya akan Emak berikan.
Kurang lebih, beginilah rutinitasku setiap hari. Bangun tidur, sholat subuh di masjid, balik ke rumah, lalu baca buku, sekiranya sudah pukul tujuh, lanjut sarapan, setelah itu itu minum teh atau kopi di teras, dan kembali melanjutkan bacaan, lalu beres-beres, mandi, dan selesai. Seperti itulah idealnya. Ah, indahnya. Namun kenyataannya kan tidak selalu terjadi seperti yang aku inginkan. Sialnya, aku lebih sering bangun siang ketimbang bangun pagi. Yang pada akhirnya berujung pada pemboikotan dan mendapatkan hukuman. Mulai dari didiamkan, tidak dibuatkan sarapan, sampai yang terakhir direpetin. Kalau sudah seperti itu, pagiku akan terasa buruk dan ketika aku mengawali pagi dengan buruk, percayalah keseluruhan harimu juga akan ikut buruk. Bagiku itulah neraka. Bisa dibilang, aku enggak perlu repot-repot masuk neraka untuk merasakan penderitaan. Hukuman dari Emak sudah cukup membuatku jera.
Peraturan di rumahku sederhana: kau sholat subuh, kau aman. Begitulah.
Peraturan di Rumahku Sederhana: Kau Sholat Subuh, Kau Aman
Reviewed by Rizali Rusydan
on
April 13, 2021
Rating:
No comments: