Komentar terbaru

Teman Datang Silih Berganti, Namun Hidup Harus Tetap Berlanjut.


Tidak semua hal di dunia ini dapat kau pahami dan tidak semua hal di dunia ini dapat kau temui. Misal, seberapa luas luar angkasa? Tak usah repot-repot untuk menghitungnya, apalagi berpikir tentang seberapa luas luar angkasa tempat planetmu mengorbit karena itu hampir tidak ada gunanya. Begitupun dengan hidup. Kau hampir tak dapat memastikan apa yang akan terjadi pada hidupmu di 5 detik yang akan datang. Siapa yang berani menjamin? Aku? Tentu tidak.

Memang tak semua hal dapat kau pahami, namun dengan menjalaninya maka kau akan paham tentang segala hal tersebut.

Sebagai manusia aku sering lalai dan selalu merengek di hadapan Tuhan menuntut banyak hal. Buatlah hatiku tenang, lancarkanlah studiku, dan permudahlah setiap urusan dan rezekiku. Khusus yang terakhir, "rezeki", aku sering terpaku pada hal itu dan menganggap kalau rezeki hanya sebatas uang dan kesejahteraan. Aku lupa bahwa rezeki banyak bentuknya. Kesehatan, teman yang baik, itu juga adalah rezeki. Ketika salah satu rezekimu pergi, barulah terasa. Ya, salah satu rezeki yang hilang itu adalah: teman.

Pada dasarnya aku tidak memilih-milih dalam berteman. Jika kau asik, maka mari menggila bersama. Namun jika kau kolot, lebih baik kau mati saja. Namun makin kesini, semakin lingkaran pertemananku menyempit, aku menjadi agak selektif dalam berteman. Hanya orang-orang terdekat seperti teman sekosanlah yang bisa kuanggap sebagai teman. Pintar, santai, juga alim, sudah menjadi ciri khas dari salah satu teman kosanku: Wildan.

**
Beberapa hari yang lalu, dia menghubungiku dan memintaku untuk segera mengambil galon air yang kami beli dengan uang patungan berdua. Seandainya galon tersebut tidak diberikannya padaku pun, aku tak peduli. Justru maksud dan tujuan di baliknyalah yang buat aku penasaran.

Wildan baru saja menyelesaikan studinya. Kurang lebih 4 tahun waktu yang dibutuhkannya untuk mendapatkan gelar Sarjana Tekniknya tersebut. Pintar, santai, dan juga alim, aku tidak melebih-lebihkannya tapi memang seperti itulah dia.

Malam itu, selain menyuruhku untuk mengambil galon air, dia juga izin untuk pamit. Dia akan pulang ke rumahnya di Jakarta dan sepertinya tidak akan pernah kembali lagi ke Lampung kecuali ada hal yang sangat mendesak dan penting. Tak kusangka waktunya berpisah sudah tiba. Sebelum Wildan, juga ada Tobi yang sudah duluan pergi dari kosan dengan alasan yang sama.

Bisa menjadi teman sekosannya merupakan salah satu waktu-waktu terbaik yang tidak akan pernah kulupakan dalam hidup. Aku berani menjamin itu. Baru kali ini aku menemukan orang yang taat beribadah tapi juga baik dalam menjalin hubungan pertemanan. Karena yang kurasakan dari beberapa teman lainnya yang juga taat, mereka bukan terlihat akrab, sebaliknya malah menjengkelkan. Terlalu tegang, tak lagi bisa bercanda.

Aku tidak menyesali apapun. Apalagi sedih karena akhirnya perpisahan tersebut terjadi. Aku sudah tahu itu sedari dulu dan aku paham betul dengan kalimat klise "setiap pertemuan pasti ada perpisahan". Tak jadi masalah bila Wildan pergi dari kosan, yang jadi masalah adalah bagaimana saat kepergiannya itu tiba-tiba Dajjal muncul lalu menyerang? Siapa lagi yang akan melindungi kami? Di kosanku hanya ada dua orang yang dapat melindungi kami dari fitnah dajjal. Wildan dan Rizqi. Salah satunya kini telah pergi dan aku rasa tak lama lagi keseimbangan di kosanku tidak akan ada lagi.

Selama kuliah, Wildan juga lurus-lurus saja. Pergi kuliah, belajar, lalu pulang, dan mendapat nilai bagus. Kehidupan yang serba lancar dan lurus ini terkadang memancing reaksi lain dan disalahartikan oleh kaum yang merasa hidupnya lebih bewarna, yang mengganggap hidup orang lain itu membosankan, abu-abu, karena tidak seperti mereka yang penuh kegilaan dan lika-liku. Orang-orang yang mengatakan kalau hidupnya lebih berwarna, yang selalu tampil mencolok dan menarik perhatian, dan yang selalu mengumbar kata-kata idealisme masa muda karena idealisme adalah satu-satunya kemewahan terakhir yang ada pada pemuda, di akhir, biasanya mereka akan menjilat ludah mereka sendiri dan memuntahkan keluar semua rasa idealisme mereka. Saat ini mungkin kau seorang idealis, namun selanjutnya kau akan menjadi budak korporat. Percayalah.

Wildan hanya menjalani hidup sesuai dengan caranya. Tak usah mengumbar ucapan layaknya seorang idealis, rasa idealisme itu sendiri sudah tumbuh dan melekat padanya sejak dini. Tak perlu mengumbar kata-kata idealisme, hanya dengan menjalani hidup sesuai caranya, maka idealisme yang orang-orang katakan sudah menempel, melekat, pada dirinya dengan sendirinya. Itulah Wildan.

Mungkin tak perlu lagi aku beritahu karena kau sendiripun tau bahwa di luar sana sebaik apapun kau melakukan sesuatu, secemerlang apapun kau berpikir, akan selalu ada orang yang tak menyukaimu. Anggap saja mereka seperti lelucon. Yang perlu didengar dan ditertawakan sejenak, lalu dilupakan kemudian. Kau tidak akan bisa memuaskan setiap orang maka cukup puaskan saja orang tua, keluarga, dan calon istrimu kelak.

**
Pada setiap hal yang terjadi di masa kini akan menjadi kenangan di esok hari. Tidak ada ruang untuk bersedih sambil mengingat semua kenangan yang telah terjadi. Tidak ada waktu untuk itu.

Terima kasih kepada Wildan dan teman-teman lainnya yang telah mengisi waktu-waktuku di masa lalu. Sekarang saatnya untuk mengangkat kepala setegak-tegaknya sambil terus melangkah ke depan.

Hanya satu impianku yang tak pernah terealisasikan di kosan lama itu. Bukan, aku bukan ingin lulus kuliah bareng teman-teman kosan lamaku karena rasanya itu hampir mustahil. Menjadi orang terakhir yang meninggalkan kosan itu adalah impianku. Namun belum karena satu ataupun dua hal, aku terpaksa pindah. Ternyata akulah orang pertama yang meninggalkan kosan tersebut.

Teman datang silih berganti, namun hidup harus tetap berlanjut.
Teman Datang Silih Berganti, Namun Hidup Harus Tetap Berlanjut. Teman Datang Silih Berganti, Namun Hidup Harus Tetap Berlanjut. Reviewed by Rizali Rusydan on November 28, 2019 Rating: 5

No comments:

Powered by Blogger.